Akses tunanetra ke uang kertas rupiah sudah bertahun-tahun diperbincangkan dan bahkan Pertuni sudah mengajukan resolusi kepada pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Satu-satunya respon yang positif adalah Bank Indonesia pernah mengeluarkan uang kertas rupiah dengan “tanda tunanetra” berupa lingkaran yang sejauh tertentu dapat dirasakan oleh ujung jari. Namun demikian, itu tetap tidak memecahkan persoalan akses tunanetra ke uang kertas rupiah. Ini berarti bahwa para tunanetra masih harus bergantung pada bantuan orang awas untuk mengenali nilai uang yang dimilikinya.
Berikut ini adalah kutipan dari mailing list mitra-jaringan@yahoogroups.com yang menggambarkan betapa persoalan aksesibilitas rupiah masih menjadi masalah bagi para tunanetra dan mereka masih belum mendapatkan haknya untuk mandiri dalam mengenali nilai uang.
###
From: "suryandaru semarang"
Sent: Tuesday, September 06, 2011 12:59 PM
Teman-teman, saya mohon informasi apakah memang uang kertas sekarang sudah tidak dilengkapi tanda penunjuk bagi tunanetra?
###
From: Suratim
Sent: Tuesday, September 06, 2011 2:16 PM
Ada.
Untuk pecahan 100ribu terdapat dua buah lingkaran yang bisa diraba.
tapi terutama ketika uang kertas masih dalam keadaan baik.
kalo uang kertas sudah lusuh, tanda tunanetra tersebut tidak mungkin lagi dikenali.
###
From: Nur Ichsan
Sent: Wednesday, September 07, 2011 12:48 PM
Baik yang 100 ribu keluaran 2009 atau 2010 maupun yang 50 ribu keluaran 2009 yang baru, saat ini tidak ada notasi aksesibilitasnya.
Nur Ichsan
###
From: Didi Tarsidi
Sent: Wednesday, September 07, 2011 4:14 PM
"Tanda tunanetra" yang digunakan pada uang rupiah sejak awal memang tidak pernah efektif. Tanda lingkaran (yang digunakan sebagai tanda tunanetra) itu pada intinya adalah garis. Pada masa awal pengembangan tulisan Braille, Louis Braille telah mengesampingkan penggunaan garis karena dia mendapati bahwa garis tidak mudah dikenali oleh ujung-ujung jari. Oleh karena itu, tulisan Braille hanya terdiri dari titik-titik.
Akan tetapi, garis ataupun titik sebagai penanda nilai uang kertas tidak pernah efektif ketika uang itu sudah beredar dan sudah menjadi kusut atau lusuh.
Satu cara lain yang jauh lebih efektif dan tidak terkesan khusus bagi tunanetra adalah dengan membedakan ukuran besarnya (panjang dan lebarnya) secara konsisten dan proporsional. Konsisten artinya satu nilai uang hanya mempunyai satu ukuran. Proporsional artinya nilai uang yang lebih tinggi mempunyai ukuran yang lebih besar.
Karakteristik ini saya temukan pada uang Krone Norwegia dan dollar Australia (meskipun dollar Australia tidak membedakan ukuran lebarnya).
Ukuran panjang dollar Australia yang sempat saya catat adalah sebagai berikut:
50 $ = 153 mm.
20 4$ = 145 mm.
10 $ 137 mm.
Berdasarkan fenomena ini, Blind Citizens Australia telah menciptakan alat pendeteksi uang kertas yang sangat akurat dan murah, dari bahan plastik dengan teknologi rendah. Alat ini didistribusikan kepada para tunanetra di Australia secara cuma-cuma.
Dengan Ukuran uang rupiah yang tidak konsisten dan tidak proporsional, teknologi ini tidak akan dapat diterapkan untuk kepentingan orang tunanetra di Indonesia.
Penting untuk dicatat bahwa agar bermakna bagi orang tunanetra, perbedaan ukuran uang kertas itu harus sekurang-kurangnya 4 mm. Perbedaan yang hanya 1 atau 2 mm (seperti pada uang rupiah keluaran tahun tertentu) tidak akan mudah terdeteksi terutama apabila uang itu sudah kusut.
Didi Tarsidi