Senin, 16 Maret 2009

Kelompok Tunanetra Harapkan KPU Sediakan Surat Suara Braille

Kapanlagi.com, Rabu, 11 Maret 2009 21:15

Kelompok Tunanetra yang tergabung Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung mengeluhkan tidak adanya sosialisasi berbagai informasi
mengenai daftar nama-nama calon legislatif (caleg) DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kota yang harus dipilihnya dalam Pemilu 2009 mendatang.

Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung, Ade Rahmat saat pertemuan dengan anggota KPU Kota Bandung, Rabu (11/3) menuturkan informasi
ini dibutuhkan, karena adanya keharusan mencontreng caleg dan bukan hanya parpol.

"Berbeda dengan Pemilu lalu yang hanya menyoblos parpol maka kami membutuhkan informasi berupa buku dalam braille ataupun sosialisasi KPU kepada kelompok
tunanetra yang hingga kini masih belum diterima," katanya.

Ade juga mengritisi tidak adanya surat suara braille untuk Pemilu kali ini karena pendampingan saat melakukan penyoblosan sudah tidak lagi langsung, umum
dan rahasia. "Jika didampingi orang lain saat pencontrengan maka hak politik kami terpenuhi dan tidak dengan kerahasiaannya," katanya.

"Kami hanya ingin menegaskan bahwa tunanetra bukan orang sakit sehingga tidak perlu didampingi saat melakukan hak politiknya di bilik suara nanti," katanya.

Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, Herry Sapari mengatakan pihaknya telah mengalokasikan anggaran untuk pembuatan template bagi
kelompok tunanetra dari APBD. "Namun karena payung hukum penggunaan APBD belum jelas maka pembuatannya terkendala," katanya.

"Kami akan segera mempertanyakan pengadaan template ini ke KPU Pusat karena hingga kini KPU Kota Bandung belum mengetahui apakah pengadaan braille tersebut
diakomodasi APBN atau tidak," katanya.

Terkait dengan sosialisasi di kelompok tunanetra, Herry menambahkan telah mengagendakan acara tersebut dalam beberapa hari kedepan. Jumlah kelompok tuna
netra di Kota Bandung berjumlah sekitar 2000 orang dan memiliki TPS tersendiri di Gedung Wyataguna Jalan Pajajaran, Kota Bandung.

Sejak Pemilu 2004, Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 dan Pemilihan Walikota Bandung 2008, KPU menganggarkan pengadaan template untuk kelompok tunanetra. (kpl/bar)

Kamis, 05 Maret 2009

Alat Bantu Pemilu Tercipta, Tunanetra Bernapas Lega... (1)

Oleh: Inggried Dwi Wedhaswary, Kompas.com, Kamis, 5 Maret 2009 | 07:59 WIB

Hak memilih menjadi hak semua warga negara tanpa kecuali, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, seperti tunanetra. Kini meski belum sepenuhnya terfasilitasi, pemilih tunanetra bisa menggunakan hak pilihnya secara mandiri. Sebuah alat bantu saat pemungutan suara telah tersedia.

Irwan Dwi Kustanto (43), seorang tunanetra, menjadi desainer yang ada di balik terciptanya alat bantu itu. Mata boleh tak melihat, tapi hati telah menggerakkannya untuk bekerja demi kesempatan politik bagi sesamanya.

Alat bantu pemilu tunanetra itu berupa template berhuruf braille yang memiliki ukuran sama persis seperti surat suara yang akan digunakan saat pemungutan suara. "Ukurannya benar-benar sama dengan surat suara. Surat suara itu dimasukkan ke template, seperti map yang di atasnya ada huruf braille," kata Irwan saat ditemui Kompas.com pekan lalu.

Ukuran template harus benar-benar sama dengan surat suara sehingga apa yang dibaca tunanetra pada template tersebut merupakan yang terdapat di surat suara. Pada Pemilu 2009 ini alat bantu pemilu sudah tersedia di 33 provinsi. "Namun, dari empat surat suara, baru pemilihan DPD dan presiden saja. Untuk DPR dan DPRD belum. Mungkin karena peserta dan calegnya banyak sehingga lebih kompleks," ujar Irwan yang juga menjabat Vice Executive Director Yayasan Mitra Netra.

Irwan pun mengisahkan bagaimana ide mendesain alat bantu itu muncul. Sebenarnya Irwan juga mendesain alat bantu untuk Pilpres 2004 yang saat itu hanya tersedia di delapan provinsi. Pada tahun ini Panitia Pemilu Akses Penyandang cacat (PPUA Penca) kembali meminta Mitra Netra untuk mendesain alat bantu pemilu.

"Dari pilot tahun 2004, pada pemilu tahun ini alat bantu sudah masuk dalam peraturan KPU yang harus ada, bukan pilot project lagi. Hak ini harus ada, kemudian PPUA meminta saya untuk mendesainkan," ujar Irwan.

Irwan bersama delapan rekannya di Mitra Netra dan tim PPUA yang berjumlah 20 orang akan melakukan validasi sebelum dan sesudah dicetak. Hal itu untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam pencetakan. Sebab, cetakan huruf braille harus pas ukurannya.

"Kalau sudah oke baru bisa dikirim (ke seluruh Indonesia). Yang paling penting timbulnya braille harus bisa dibaca. Jangan terlalu tipis atau terlalu tebal. Bagaimana teman-teman bisa meraba karena membaca huruf braille tergantung yang dipegang jari," ujar ayah tiga putri ini.

Sebagai sosok yang dikenal sangat mendalami braille, Irwan juga menguasai penggunaan peranti lunak (software) yang memungkinkannya merancang alat bantu pemilu. Mitra Netra Braille Converter yang diciptakan oleh lembaga yang peduli pada hak-hak tunanetra itu menjadi sistem tumpuan.

Keterbatasan penglihatan tak ingin dipandang Irwan dan rekan-rekannya sebagai sebuah hambatan. Apalagi, menurut Irwan, dalam penggunaan hak pilih kerahasiaan harus menjadi hak semua warga negara, termasuk tunanetra.

Senin, 02 Maret 2009

Pertuni Minta Surat Suara Braille

Pikiran Rakyat, Minggu, 01 Maret 2009

TASIKMALAYA, (PRLM).- Ketua Pertuni (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Kab. Tasikmalaya, Hendrayana minta, agar pemerintah menyediakan surat suara pada Pemilu 2009 menggunakan huruf braille, supaya dirinya dan anggota penyandang cacat netra di wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya bisa memberikan hak pilihnya.
Hal itu dikemukakan Hendrayana kepada wartawan usai mengikuti sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng, Sabtu (28/2). Menurutnya, kalau pemerintah tidak menyediakan alat bantu bagi para penyandang cacat netra, kemungkinan akan sulit melaksanakan Pemilu secara bebas dan rahasia, sambil menyebutkan selama ini belum ada seorang calon legislatif yang menghubungi dan datang kepada dirinya maupun organsiasi.
Pada sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng, yang dilakukan KPUD Kota Tasikmalaya, Sabtu kemarin, para penyandang cacat netra tidak menemukan selembar contoh kertas atau surat suara yang dilengkapi dengan huruf braille. Sementara, contoh surat suara yang ada pada sosialisasi tersebut hanya yang biasa lazim digunakan oleh setiap orang normal. Padahal menurut Hendrayana, pada pemilihan Walikota Tasikmalaya tempo disediakan surat suara khusus untuk para penyandang cacat netra.
Anggota KPUD Kota Tasikmalya, Yusuf mengatakan, pada waktunya nanti pihak KPU menyediakan surat suara khusus bagi para tuna netra. "Hari ini (kemarin, red) kami tidak membawanya, karena surat suara tersebut berukuran besar, jadi kemungkinan pada waktunya nanti akan digunakan," katanya.
Diperoleh keterangan, sekitar 4.000 penyandang cacat terdiri dari tuna netra, tuna rungu dan wicara, serta tuna grahita yang tercatat di Tasikmalaya. Dari sejumlah itu, hanya sekitar 10 persen atau 400 oranng yang mempunyai hak pilih. Sekitar 50 tuna netra, tuna grahita, tuna rungu dan tuna wicara, Sabtu kemarin mengikuti sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng. (A-14/A-26).