Kamis, 31 Oktober 2013

Pertemuan Mahasiswa Tunanetra Tingkat Nasional

Tema: Generasi Muda Tunanetra Pemimpin Indonesia Masa Depan.
Jakarta, 29 Oktober. Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) untuk pertama kalinya menyelenggarakan pertemuan mahasiswa tunanetra tingkat nasional, bertempat di Hotel Sofyan Jakarta Pusat. Pertemuan berlangsung selama 2 hari, dihadiri oleh 40 mahasiswa tunanetra mewakili 12 propinsi, yang berasal dari 24 universitas baik negeri dan swasta di Indonesia.
Ke-12 propinsi tersebut adalah:
1. DKI JAKARTA
2. JAWA BARAT
3. JAWA TENGAH
4. DI YOGYAKARTA
5. JAWA TIMUR
6. BALI
7. LAMPUNG
8. SUMATERA BARAT
9. SUMATERA UTARA
10. KALIMANTAN SELATAN
11. SULAWESI SELATAN
12. SULAWESI UTARA

Perguruan tinggi yang terwakili adalah:
1. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2. UNIVERSITAS INDONESIA
3. UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
4. UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
5. UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA ((UNINUS) BANDUNG
6. UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG (UNISBA)
7. UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG
8. IAIN SURAKARTA
9. UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
10. UNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTA
11. SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN MARTURIA YOGYAKARTA
12. UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
13. UNIVERSITAS NEGERI MALANG
14. UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
15. INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI (IHDN) BALI
16. UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
17. IAIN IMAM BONJOL PADANG
18. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU)
19. UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA – MEDAN
20. STAI DARUSSALAM – MARTAPURA
21. UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT – BANJARMASIN
22. UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
23. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
24. UNIVERSITAS NEGERI MANADO
25. Universitas Kristen Indonesia Tomohon, Manado.

Tujuan pertemuan ini adalah untuk memberikan pembekalan kepada mahasiswa tersebut dengan informasi tentang perkembangan gerakan disabilitas, baik di tingkat nasional, regional maupun global, mendorong mereka agar menyiapkan diri menjadi pemimpin, dan menumbuhkan kesadaran pada mereka akan pentingnya berorganisasi sebagai wahana perjuangan bersama. Pertemuan mahasiswa tunanetra ini dibuka oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo. Pada acara pembukaan, hadir pula dua tamu undagnan penting, yaitu, Larry Campbell, President emeritus of ICEVI (International Council of Education for People with Visual Impairment, yang juga memimpin program kampanye akses tunanetra ke pendidikan tinggi di wilayah ASEAN, dan Arnt Holte, Presiden World Blind Union WBU.
Penyelenggaraan pertemuan mahasiswa tunanetra ini disponsori oleh The Nippon Foundation (TNF) yang disalurkan melalui ICEVI, dan didukung oleh kementerian pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
TNF bersama ICEVI, sejak tahun 2006 memberikan bantuan kepada Pertuni untuk meningkatkan akses tunanetra ke pendidikan tinggi, melalui program “higher education for students with visual impairment”. Program kampanye ini telah mendorong beberapa perguruan tinggi untuk tumbuh menjadi kampus inklusif, yaitu universitas Negeri Jakarta UNJ, Universitas Pendidikan Indonesia UPI, Universitas Negeri Surabaya Unesa, dan Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga jogjakarta. Inisyatif ini kemudian juga diikuti oleh Universitas Brawijaya UB Malang. Di samping itu, gerakan kampanye ini juga berhasil meningkatkan jumlah tunanetra menempuh pendidikan tinggi sebanyak 30 %, dan berdampak pada akan diterbitkannya peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang pendidikan tinggi inklusif, yang akan mewajibkan perguruan tinggi menyediakan layanan khusus bagi mahasiswa penyandang disabilitas sebagai bagian dari layanan universitas.
Keberhasilan kampanye akses tunanetra ke pendidikan tinggi di Indonesia yang dikoordinatori Pertuni telah mendorong TNF dan ICEVI untuk memperluas cakupan kegiatan ini ke negara-negara lain di kawasan ASEAN, yaitu Filipina, Vietnam, Kambodia, bahkan juga Myanmar dan Laos.
Akselerasi akses tunanetra ke pendidikan tinggi dipandang sangat penting. Pertuni menyadari bahwa pendidikan tinggi merupakan salah satu wahana melahirkan calon pemimpin masa depan. Tunanetra yang telah menempuh pendidikan tinggi selanjutnya diharapkan menjadi agen-agen perubahan di masyarakat, termasuk melanjutkan perjuangan para senior yang selama ini telah dilakukan melalui organisasi Pertuni.
Sebelum Pertuni melakukan kampanye ini, organisasi ini mencatat di indonesia hanya ada 150 tunanetra menempuh pendidikan tinggi – hasil survei tahun 2005. Sejak Pertuni mengkampanyekan akses tunanetra ke pendidikan tinggi, secara bertahap telah terjadi peningkatan jumlah tunanetra berkuliah, dan universitas yang menerima tunanetra menempuh pendidikan tinggi.
Keberhasilan dan kemudahan tunanetra dalam menempuh pendidikan tinggi antara lain disebabkan adanya penggunaan alat bantu teknologi. Dalam kampanyenya, Pertuni meminta agar fasilitas khusus berbasis teknologi itu disediakan oleh universitas, sebagai bagian dari layanan kampus kepada mahasiswa. Di samping itu, kampus juga harus dibangun menjadi lingkungan yang ramah bagi mahasiswa penyandang disabilitas, baik secara fisik maupun sosial.
Sejak PBB melahirkan Convention on The Rights of Persons with Disability (CRPD) pada tahun 2006, dunia bergerak ke arah “disability inclusive development”, - pembangunan yang mengakomodasikan pemenuhan hak penyandang disabilitas secara terintegrasi. Sebagai anggota PBB dan bagian dari masyarakat dunia, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi CRPD tersebut dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2011, maka Indonesia pun harus menerapkan paradigma “disability inclusive development” di segala aspek pembangunan, termasuk pembangunan di bidang pendidikan tinggi dan pembinaan kepemudaan.
“Mahasiswa tunanetra mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti mahasiswa pada umumnya. Agar mahasiswa tunanetra dapat menikmati haknya dan sanggup melaksanakan kewajibannya dengan baik, mereka perlu mendapatkan "reasonable accommodation" sebagaimana dianjurkan oleh CRPD yang sudah diratifikasi oleh Indonesia”, ungkap Ketua Umum Pertuni dalam sambutannya pada acara pembukaan.
Langkah selanjutnya, setelah berhasil meningkatkan jumlah tunanetra menempuh pendidikan tinggi, Pertuni, yang selama 47 tahun memperjuangkan peningkatan kualitas hidup tunanetra di semua aspek kehidupan, memandang perlu untuk melibatkan lebih banyak generasi muda tunanetra dalam upaya advokasi yang dilakukan, termasuk advokasi di bidang akses ke pendidikan tinggi. Dan pertemuan mahasiswa tunanetra tingkat nasional yang pertama kali diadakan di Indonesia ini merupakan langkah pentingnya.
Sebagai organisasi kemasyarakatan, Pertuni sangat menyadari betapa pentingnya melakukan pembinaan generasi muda tunanetra, dan organisasi ini membidik para mahasiswa. Generasi muda tunanetra adalah calon pemimpin Indonesia masa depan. Olehkarenanya, Pertuni mengharapkan pembinaan generasi muda tunanetra juga menjadi bagian integral dari program kepemudaan yang berada di bawah tanggungjawab Kementerian Pemuda dan Olahraga. Melalui ajang ini, Pertuni memperkenalkan program pembinaan generasi muda tunanetra yang telah dilakukan selama ini kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga, dengan harapan di masa mendatang, Pertuni dapat menjadi partner penting Kementerian ini dalam pengembangan program pembinaan generasi muda tunanetra.
Sejalan dengan itu, Larry Campbell Dalam sambutannya menyatakan: So this morning as we open this important conference I want to challenge each of you; my fellow speaks here on the platform, and you young people in the audience, to expand your thinking….think boldly, think creatively and think positively about what each and every one of us can do to continue to improve upon what you started here in Indonesia just seven years ago. As with any movement to secure access to basic human rights each of us must think beyond our own personal wishes and needs and focus our efforts on the greater good for all.
Selain Larry Campbell, pembicara penting lain yang dihadirkan untuk memotivasi peserta yang merupakan kader pemimpin tunanetra di Indonesia masa depan adalah Arnt Holte
Dalam pertemuan yang diselenggarakan selama dua hari ini, di samping mendapat informasi tentang perkembangan gerakan disabilitas baik di tingkat nasional, regional dan global, mahasiswa tunanetra juga berlatih untuk mengatasi pelbagai persoalan diskriminasi yang dihadapi tunanetra di Indonesia selama ini. Pelatihan ini disajikan dalam bentuk studi kasus dan permainan-permainan yang dapat menstimulasi semangat kepemimpinan pada diri mereka. Pertemuan mahasiswa tunanetra ini diharapkan dapat dilakukan secara rutin, dan menjadi cikal bakal lahirnya asosiasi mahasiswa tunanetra di Indonesia, sebagai salah satu wadah organisasi kepemudaan tunanetra.

Senin, 21 Oktober 2013

Tiger Air Mandala Menolak Penumpang Tunanetra

Tiger Air Mandala melanggar UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN, Pasal 134:
(1) Penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
(2) Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
b. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;
c. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara;
d. sarana bantu bagi orang sakit;
e. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;
f. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan
g. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
Pelangaran Tiger Air Mandala itu dilakukan terhadap penumpang tunanetra, Hendra JP. Berikut ini adalah kisah kejadiannya yang ditulis oleh Andira Pramatyasari.
Selamat siang, kali ini kasus penolakan tunanetra untuk bepergian dengan pesawat kembali terjadi. Namun, maskapai yang menolak terbilang baru. karena sebelumnya, saya belum pernah mendengar ada tunanetra yang menggunakan maskapai Tiger Air Mandala dan mengalami penolakan.
Hari ini (Senin, 21 Oktober 2013) Hendra JP, akan pergi menggunakan maskapai ini dari Bandung ke Singapura. Menurut informasi yang saya peroleh, baik melalui website maupun petugas call center, pihak tiger air mandala memang tidak menyediakan layanan khusus bagi tunanetra yang akan bepergian sendirian, misalnya menyediakan petugas yang akan mengantar penumpang dari check in counter hingga ke pesawat dan untuk turun dari pesawat. Menurut petugas call center, layanan ini tidak tersedia untuk penerbangan dari indonesia ke singapura dan sebaliknya karena keterbatasan jumlah petugas (ground staff). Namun, petugas call center menyatakan bahwa Ia akan tetap membuatkan laporan dan sebagai data manifest bahwa dalam penerbangan tersebut (TR2205) terdapat penumpang tunanetra yang akan bepergian sendiri. Petugas tersebut juga menyarankan agar penumpang yang bersangkutan bernegosiasi sendiri dengan petugas Tiger Air Mandala di bandara.
sekitar dua jam lalu (pukul 10.00 WIB), saya sempat membaca status facebook Hendra yang menyatakan bahwa "bagi teman2 tunanetra yg suatu saat akan terbang dengan tiger airways tak perlu kawatir, cukup ramah para petugasnya, hehe."
Bahkan, saya juga sempat berkomentar "wah, alhamdulillah. berarti ada pilihan airlines lain ya buat tunanetra. walaupun di website resminya tiger air mandala ngga memberikan fasilitas khusus untuk tunanetra, tapi ternyata petugasnya cukup ramah."
Setelah itu, saya mengira tidak akan ada masalah lagi karena penumpang sudah diperbolehkan check in.
Namun, sekitar pukul 11.30, saya kembali mendapat informasi bahwa Hendra ternyata tidak diperbolehkan pergi. Alasannya klasik, yaitu karena penumpang yang bersangkutan tidak membawa pendamping untuk bepergian.
Selanjutnya, Hendra sempat berbicara dengan Person In Charge (PIC) Tiger Air Mandala. Hendra mengatakan bahwa Ia sudah sering melakukan perjalanan dengan pesawat tanpa pendamping. Lagipula, jika pihak Tiger Air Mandala tidak mengizinkan tunanetra bepergian sendiri, mengapa penolakan tersebut tidak dilakukan sejak saat check in. Argumen-argumen lain juga sudah disampaikan, namun hasilnya tetap nihil dan saat ini Hendra terpaksa tidak dapat pergi ke Singapura.
Akhirnya, Saya diminta untuk memposting tulisan ini secepatnya. Semoga kita bisa kembali mengadvokasi kejadian ini agar kelak tunanetra dapat bebas bepergian sendiri dengan maskapai apapun sesuai pilihannya masing-masing.

Sabtu, 24 Agustus 2013

Petugas BCA Cegah Tuna Netra Buka Rekening


Berita Kedaulatan, 25/08/2013
JAKARTA | BeritaKedaulatan.com – Penyandang tuna netra Trian Airlangga mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh petugas Bank BCA Cabang Blok-A Cipete, Jakarta Selatan. Petugas bank hanya acuh tak acuh, memandangi, dan bertanya-tanya.
Atas pengaduan tersebut Sekertaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Persatuan Tuna Netra Indonesia (Sekjen DPP Pertuni) Rina Prasarani akan menjelaskan rentetan kasus yang Trian Airlangga alami, kepada BeritaKedaulatan.com, berikut petikan yang dialami pelapor: *******************
“….Begitu sampai di bank tersebut, saya diperlakukan acuh tak acuh oleh Customer Service (CS) yang hari itu melayani saya. Sikap itu saya rasakan sejak awal kehadiran saya, mungkin karena bingung dengan kedatangan seorang pria yang menggunakan tongkat. Petugas Customer Service selalu berbicara kepada tukang ojek yang mengantar saya, bukan kepada saya. Saat pertama saya masuk ke dalam ruang tunggu, ada salah satu petugas CS yang langsung bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” Saya katakan, “Iya, saya mau membuka rekening tabungan.” “Siapa yang mau buka rekening?” tanya Petugas CS Kembali saya jawab, “Saya Mba” Saya dan tukang ojek saya dipersilahkan duduk untuk mengantri giliran mengurus hal di meja CS. Tidak lama kemudian, saya mendengar tukang ojek saya berbicara namun seperti minta diulang-ulang pertanyaannya karena mungkin terlalu kecil suara dari si Penanya. Saya langsung mecoba menyimak percakapan itu, memang suara wanita yang bertanya sangat kecil, seolah jangan sampai terdengar oleh saya. Percakapan itu menanyakan beberapa pertanyaan. Siapa yang mau buka rekening, bapak dengan siapanya, mau buka rekening apa, tinggal dimana, tukang ojek saya pun ditanya dimana tinggalnya, untuk keperluan apa saya membuka rekening. Dan semua pertanyaan tersebut ditanyakan kepada tukang ojek saya. Bahkan si Penanya pun menanyakan aktivitas saya ke tukang ojek saya. Saya terpaksa menjawab karena tukang ojek saya bingung menjawabnya. Saya katakan, “Saya kerja dan kuliah..” Lalu, ia menanyakan Kartu Mahasiswa. Jadi, pada saat itu ada dua kartu yang diminta oleh Mba Penanya itu, KTP dan Kartu Mahasiswa saya. Dan tiba-tiba saya mendengar satu suara wanita lagi yang datang dan menanyakan keperluan kedatangan kami berdua, lagi-lagi pertanyaan itu dilontarkan ke tukang ojek saya oleh wanita yang secara suara sepertinya lebih tua dari penanya sebelumnya. Dan tukang ojek saya pun diminta untuk meninggalkan saya sejenak. Saya tidak diberi kesempatan untuk bicara sedikit pun agar bisa menjelaskan keperluan kedatangan saya. Pak Uus, itulah nama tukang ojek saya. Dia kembali ke tempat duduk awal saya dan dia mengantri giliran. Dengan rasa yang aneh, Pak Uus mencoba menyampaikan sesuatu kepada saya, tapi seperti ada rasa tidak enak untuk menyampaikannya. Entah kenapa. Dengan terbata-bata, Pak Uus menyampaikan bahwa saya tidak bisa buka rekening di BCA. Pak Uus pun semakin terlihat bingung bagaimana cara menjelaskannya. “Waahh, gua bingung ngejelasinnya, banyak banhet tadi ngomongnya soalnya. Gua ngeri salah-salah..!!” Begitulah kata tukang ojek sekaligus sahabat saya itu..
Ketersinggungan saya adalah kenapa saya tidak diikutsertakan dalam pembicaraan mengenai prosedur pembukaan rekening di BCA, salah satu bank dengan cabang terbanyak di Indonesia. Saya ini kan tunanetra bukan manusia yang tidak dapat diajak bicara. Saya pun meminta pada Pak Uus untuk mengantar saya ke wanita yang mengajak Pak Uus bicara tanpa mengikutsertakan saya tadi.
Nurul Nurjanah, seorang Kaepala Bagian Customer Service Officer (CSO) BCA cabang Blok A Cipete. Orang yang dalam berbicara pun saya merasakan tanpa senyum. CSO tersebut juga mengajukan beberapa pertanyaan yang kurang masuk akal menurut saya, salah satunya “Bisa membaca atau tidak?”. Jelas-jelas saya ini datang dengan menggunakan tongkat dan dituntun tukang ojek, bukankah itu cukup untuk sebagai informasi mengenai kondisi saya saat ini?
Dan yang paling tidak bisa diterima adalah ketika CSO tersebut mengatakan alasan kenapa saya tidak diperbolehkan untuk membuka rekening di bank tersebut. Alasannya adalah karena saya tidak bisa membaca persyaratan tertulis dari bank BCA, sebab salah satu poin dalam persyaratan untuk bisa membuka rekening baru berbunyi, “…nasabah bertanggungjawab atas seluruh dokumen yang ditandatanganinya. Dan sebelum menandatangani, nasabah dipastikan sudah menerima, membaca, memahami dan menyetujui setiap dokumen…”. Poin tersebut dijadikan alasan terkuat mengenai kenapa penyandang tunanetra tidak dapat membuka rekening atas nama pribadi.
Saya berusaha keras memberi pengertian kepada si CSO ini, bahwa tidak bisa membaca bukan berarti tidak bisa dibacakan. Dan cara baca orang yang bisa melihat dengan tunanetra berbeda. Tunanetra membacanya dengan telinga atau dengan jari-jarinya. Saking sulitnya diberi pengertian, saya sampai mengatakan, “Mba, saya memang tunanetra, tapi saya tidak semurahan itu, yang memberi tanda tangan tanpa saya ketahui apa isi dokumen itu!” Lisannya memang mengatakan “Iya”, tapi saya rasa tidak dalam pemikirannya.”
Alternatif yang ditawarkan adalah dengan menggunakan akun atas nama orang lain yang dikuasakan dan melalui proses pengadilan, bukan akun atas nama pribadi saya. Jelas hal itu akan sangat merepotkan. Hal yang mudah dibuat tidak mudah. “Kok BCA ribet banget ya, Mba? Padahal ini bank kan sekelas internasional kan?” Respon saya terhadap sistem yang dipakai.
Mba Nurul menawarkan alternatif kedua, yaitu dengan sistem Join Acount. Artinya di dalam satu rekening, terdapat dua nama, nama saya dan nama seorang lagi yang saya percayai. Kelemahan dari sistem ini adalah tidak bisa menggunakan fasilitas ATM dan semua transaksi harus dilakukan melalui teller bank. Dan saat bertransaksi kedua orang yang namanya tercantum dalam rekening tersebut harus datang. Saya yang seorang disabilitas ini tetap dinyatakan tidak bisa membuka rekening atas nama pribadi. Pihak bank menyatakan kalau memang seperti itulah peraturan atau ketentuannya atau policy atau SOP BCA yang sampai saat ini pun BCA belum bisa memperlihatkan peraturan tersebut sebagai bukti tertulisnya. Dengan kata lain memang belum ada aturannya yang mengatur bahwa penyandang disabilitas, khususnya tunanetra dan tunadaksa tangan tidak bisa membuka rekening di Bank BCA atas nama pribadi. Padahal kenyataannya di beberapa tempat, mesin ATM BCA sudah menggunakan suara yang berarti sangat akses untuk tunanetra atau orang dengan gangguan penglihatan lainnya. Ini sangat disayangkan karena bank sekelas BCA yang sudah mempunyai cabang di beberapa negara dan sudah mendapat predikat bank internasional bersikap seperti bank kemarin sore. Perlakukan tidak adil terhadap penyandang disabilitas mungkin sudah sering kita dengar , di era serba terbuka, perlakuan diskrimanatif ini sudah sangat basi dilakukan oleh siapapun.
Selasa, 6 Agustus 2013, merupakan kedatangan saya untuk kedua kalinya ke bank yang sama dengan cabang yang sama pula. Maksud kedatangan saya kali ini adalah untuk menanyakan progress yang sebelumnya dijanjikan oleh pihak BCA melalui Nurul Nurjanah. Kali ini pula saya datang bersama rekan kerja saya, Venny namanya.
Saya kembali duduk menghadap CS bernama Riska. Saya pun menyampaikan niat yang sama, yaitu membuka rekening tabungan BCA atas nama sendiri. Dan saya juga mengingatkan tentang janji BCA yang akan segera menghubungi saya terkait waktu libur lebaran yang pada hari itu juga sebagai hari terakhir kerja BCA sebelum ‘Idul Fitri. Riska at pergi meninggalkan mejanya setelah saya menyampaikan niat saya. Mungkin untuk konfirmasi ke Nurul, Kabag CSO BCA cabang Blok A Cipete. Riska pun kembali dengan jawaban yang sama seperti jawaban Nurul pada pertemuan pertama. Saya kembali menjelaskan hal yang sama pula kepada Riska, namun mentok. Yang akhirnya saya minta dipertemukan dengan Duty Manager saat itu. Dia kembali meninggalkan saya dan rekan kerja saya. Lalu, Nurul kembali menemui saya.
Apa kata Nurul mengenai progress yang dia janjikan sebelumnya?
Dia katakan bahwa dia sudah menghubungi Legal BCA untuk mengirimkan bukti tertulis dari apa yang telah Nurul sampaikan kepada saya tempo hari. Tapi, nyatanya Legal BCA pun belum mengirimkan surat tersebut, sekalipun melalui e-mail. Dan percakapan kami pun menjadi memanas, sebab BCA cabang Blok A Cipete tidak dapat memberikan bukti tertulisnya. Kabag CSO pun tidak mau mengakui perbuatan diskriminasi yang dilakukan oleh bank itu. Ada hal yang menurut saya lucu, yaitu Mba Nurul memberikan pernyataan bahwa Join Acount yang ditawarkan pada saya bisa mendapat dispensasi. Jadi, orang yang nama ikut tercantum dalam satu rekening dengan saya, boleh tidak hadir saat saya akan melaksanakan transaksi. Bukankah ini menguatkan bahwa pernyataan yang dikatakan sebagai ketentuan, policy, atau SOP itu tidak kuat dan sangat aneh. Kalau saya bisa melakukan transaksi sendiri di teller tanpa orang yang satu nama dalam rekening saya, buat apa saya harus membuat rekening dengan sistem Join Acount? Dan pada sore itu saya tanya untuk kesekian kalinya dengan tegas, “Apakah saya bisa membuka rekening tabungan BCA atas nama pribadi?” “Tidak!” Jawab Kepala Bagian Custamer Service Bank Central Asia cabang Blok A Cipete. Tidak puas dengan kedatangan kedua, 14 Agustus 2013 saya datang untuk ketiga kalinya. Kali itu saya datang dengan sahabat saya, Rera. Sambil menunggu antrian, Rera membaca dan mencari tentang persyaratan membuka rekening. Dan tidak ditemukan perihal syarat khusus bagi nasabah disable. Cantika, nama CS yang melayani kami berdua. Setelah dua kali bolak-balik entah kemana, kembali saya menemui jawaban yang sama, “Bisa dibukakan rekening, tapi Join Acount.” Begitu kata CS tersebut. Mengingat hari itu sudah hari efektif masuk kerja, saya pun meminta untuk bertemu dengan pimpinan cabang, atau wakil pimpinan cabang, atau duty managernya. Sayang, pimpinan cabang dan wakilnya sedang tidak ada di tempat, sedang keluar katanya. Nurul Nurjanah pun tidak bisa menemui saya akibat sakit tenggorokan yang dideritanya.
Ketidak-sopanan petugas BCA yang cabangnya tidak jauh dari rumah saya, kembali saya rasakan. Saat saya sedang berbicara menjelaskan kepada CS, tiba-tiba seorang wanita menyerobot percakapan kami. Tanpa permisi, perkenalan diri, sapaan, bahkan bicara sambil berdiri. Saya mulai tidak mengerti dengan keramahan bank sekelas itu. Yah, saya tahu namanya, Wati. Setelah saya dibacakan oleh sahabat saya. Pembicaraan kami tak beda jauh dengan pembicaraan-pembicaraan sebelumnya dengan Nurul. Sahabat saya menghujani Mba Wati dengan berbagai pertanyaan, seperti apa memang ada peraturan perbankan di Indonesia yang mengatur itu, apa setiap cabang bank BCA melakukan hal yang sama, apa yang anda ketahui tentang tunanetra, dan apakah ada bukti tertulisnya. Bahkan ketika Rera bertanya mengenai seluruh informasi yang tertulis dalam iklan tertulis, Mba Wati terus mencoba menjawab, namun seperti tidak faham dasar dari jawabannya, terutama jawaban kenapa tunanetra dan tunadaksa tangan tidak boleh membuka rekening tabungan dengan nama sendiri. Dan mulai terlihat ragu setelah saya beri tahu bahwa janji Nurul Nurjanah untuk membicarakan mengenai prosedur pembukaan rekening untuk tunanetra dan tunadaksa tangan. Bahkan terasa gugup saat saya bertanya, “Apakah Pak Harun Nonga sudah tahu mengenai masalah ini?” Dengan suara yang tidak terlalu tegas dia jawab, “Sudah tahu.”
“Apa responnya?” “Sama dengan apa yang saya sampaikan.” Kata Wanita yang saat bicara dengan saya jarang menatap saya. Desakan saya untuk memperlihatkan bukti tertulis akhirnya dipenuhi. Saya hanya meminta poin yang berkenaan dengan nasabah tunanetra dan tunadaksa tangan, tidak lebih. Selembar kertas pun disodorkan kepada saya, sambil berkata, “Ini tidak untuk disebarluaskan.” Kecurigaan saya muncul, Jika itu memang SOP BCA, kenapa harus takut hal itu dipublikasikan? Rera mulai membacakan seluruh tulisan yang tertera di kertas tersebut. Tertulis, “BAB PELAYANAN OPERASIONAL NASABAH BCA”. Tak lama dibacakan, kecurigaan saya semakin kuat dengan penemuan kalimat tanya dalam SOP tersebut. “Apakah tunanetra bisa membuka rekening tabungan di BCA?” Itu kalimat tanyanya. Saat sahabat saya hendak menyalin beberapa poin penting, Wati melarangnya. Isi SOP itu pun menggunakan bahasa lisan, bukan bahasa baku pada umumnya SOP yang saya kenal.
“Kapan SOP itu dibuat, Mba?’ Tanya saya.
Setelah beberapa kali saya bertanya, barulah dijawab, “Sudah lama.” Jawabnya sambil meninggalkan meja Cutomer Service. Lagi-lagi mentok dalam bernegosiasi, akhirnya Nurul menemui saya dengan suara yang nyaris menghilang oleh karena sakitnya, pembicaraan lagi-lagi tidak berkembang. Dan saat itu pula saya katakan bahwa kita perlu dimediasi oleh pihak penengah diluar ke dua belah pihak……..” *******************
Atas pelaporan Trian, dan untuk menindaklanjuti, pihaknya segera membuka layanan pengaduan. “Untuk keperluan Class Action ini, dibutuhkan data dan infomrasi dari sejumlah tunanetra yang pernah menjadi korban Bank BCA,” kata Rina.
Menutup laporannya ia menerangkan, Bagi siapa saja yang, “Telah dilecehkan dan ditolak untuk menjadi nasabah Bank BCA karena alasan ketunanetraan. “Bagi rekan-rekan tunanetra yang pernah mengalami/mengetahui kasus penolakan Bank BCA terhadap Tunanetra, mohon mengirimkan data diri, termasuk no telepon dan cabang Bank BCA yang melakukan penolakan ke Sekretariat DPP Pertuni,” tegas Rina. (AAS/BK)
*Kutipan ini berdasarkan pengaduan Trian Airlangga kepada DPP Pertuni, dalam hal ini oleh Sekjen Pertuni Rina Prasarani kepada BeritaKedaulatan.com. www.beritakedaulatan.com

Rabu, 31 Juli 2013

Pilot Sriwijaya Air Menolak Penumpang Tunanetra

Kutipan Surat
Kepada Yth.
Bapak Chandra Lie
Direktur Utama
Sriwijaya Air
Jl.Pangeran Jayakarta No.68
Blok C15-16, Jakarta Pusat, Indonesia
Dengan hormat,

Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) adalah organisasi kemasyarakatan Tunanetra Tingkat Nasional yang bertujuan mewujudkan keadaan yang kondusif bagi orang tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, termasuk mendorong tersedianya aksesibilitas lingkungan, baik fisik maupun non fisik, agar orang tunanetra dapat menggunakan layanan publik secara lebih mandiri dan aman.
Sebagai organisasi yang memperjuangkan terwujudnya masyarakat inklusif dimana orang tunanetra dapat berpartisipasi penuh atas dasar kesetaraan, Pertuni senantiasa melakukan advokasi guna memastikan orang tunanetra mendapatkan hak asasinya sebagai warga negara dan mencegah berlakunya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap orang tunanetra
Pagi ini, tanggal 31 Juli 2013, sekitar pukul 7:25, kami mendapatkan pengaduan via telepon tentang perlakuan diskriminatif yang diterima salah satu penumpang Sriwijaya Air yang kebetulan adalah seorang Tunanetra dengan detail sebagai berikut:
- Passanger’s name: Sdr. Deny Yen Martin Rahman
- Flight detail: SJ 268, Jakarta – Surabaya
- Pilot in charge: Kapten Pery
- Cabin crew in charge (cabin 1): Sdr. Yolanda
- Deputy in charge: Sdr. Henry
- Staff service in charge: Sdr. Fahmi

Bagi Sdr. Deny, ini bukan pertama kalinya Ia bepergian sendiri dan bukan pertama kalinya pula menggunakan jasa Sriwijaya air (Repeater Passager). Namun kali ini Sdr. Deny diturunkan kembali dari kabin pesawat karena Pilot yang bertugas: Kapten Pery, menolak untuk menerbangkan pesawat pada saat ia mengetahui Sdr. Deny tidak memiliki pendamping. Kapten Pery memberi alasan bahwa hal tersebut bertentangan dengan peraturan yang sekarang berlaku.
Sepanjang yang kami ketahui, Undang-undang RI no 1 tentang Penerbangan telah mengakomodir akses layanan penerbangan bagi Penyandang Disabilitas/Cacat. Dan sepanjang yang kami ketahui pula, Sriwijaya Air telah mencetak Panduan Keselamatan Penerbangan dalam format Braille agar informasi tersebut dapat secara mandiri diakses oleh Tunanetra, sehingga kami berkesimpulan bahwa tidak ada kebijaksanaan atau peraturan di lingkungan Sriwijaya Air yang tidak memperbolehkan tunanetra terbang tanpa pendamping.
Untuk itu, kami meminta klarifikasi lebih lanjut dari pihak Sriwijaya Air dan kami minta agar Kapten Pery diberi tindakan tegas berkaitan perlakuan diskriminatifnya hingga melanggar Hak Tunanetra atas kebebasannya untuk bermobilitas secara mandiri dengan akses layanan khusus dari penyelenggara layanan publik. Kami pun mendesak secara tegas agar Kapten Pery menyampaikan permintaan maaf melalui media massa, karena secara tidak langsung, ybs telah melecehkan hak dan martabat para Tunanetra Indonesia pada umumnya.
Atas perhatian dan dukungan baik Bapak, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Tunanetra Indonesia
Dr. Didi Tarsidi
Ketua Umum

Minggu, 30 Juni 2013

Hasil Seleksi Nasional Lomba Esai Braille Onkyo 2013

DPP Pertuni mengucapkan banyak terima kasih kepada para tunanetra yang telah berpartisipasi dalam Lomba Mengarang Esei Braille Onkyo 2013.
Dari 32 karya tulis yang masuk, Panitia Seleksi Nasional menilai hanya ada 3 karya yang memenuhi kriteria untuk diikutsertakan dalam lomba tingkat Asia-Pasifik yaitu sebagai berikut.
Nomor Urut; Nama Peserta; Umur; Kota Asal; Judul Karangan:
1. Chandra Gunawan; 43; Jakarta; Berkarya dalam Gelap dan Sunyi.
2. Margerita; 65; Bandung; Huruf Braille dan Tongkat Putih sebagai Sarana Solusi
Kehidupanku. 3. Tutus Setiawan; 33; Surabaya; Menyingkap Tabir Gelap.
Selamat kepada yang sudah lolos seleksi nasional. Mudah-mudahan berhasil di tingkat Asia-Pasifik.
Pemenangnya akan diumumkan sekitar bulan November 2013.

Rabu, 19 Juni 2013

Musda Pertama Pertuni Sulawesi Tengah Tanggal 19 Juni 2013

Musyawarah Daerah (Musda) I Pertuni Sulawesi Tengah diSelenggarakan pada tanggal 19 Juni 2013 di Aula SLB / ABCD Muhammadiah, Jl. Tompi No. 15, kota Palu.
Musda telah menetapkan:
Sdr. Elias Katapi sebagai ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) dan Sdr. Tomi Mokombe sebagai ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) Pertuni Sulawesi Tengah masa bakti 2013 - 2018.

Senin, 29 April 2013

Website Pertuni ganti alamat

Mulai hari ini (30 April 2013), website Pertuni berganti alamat.
Alamat lama: http://pertuni.idp-europe.org
Alamat baru:
www.pertuni.org

Jumat, 05 April 2013

Hasil seminar/diskusi tentang penerbangan yang aksesible bagi penyandang disabilitas dengan PT. Garuda Indonesia


tanggal : 4 April 2013
Tempat : Garuda training center Jl. Duri Kosambi No. 125 Jakarta Barat
Jam : 09.00 s/d 16.30 WIB

Acara dihadiri utusan dari organisasi-organisasi disabilitas nasional, SLB-SLB, Aktivis, Praktisi, undangan khusus/Pemerintah Lembaga terkait dan seluruh staf Garuda yang membidangi training (kru kabin,check in counter, akses point boarding, fronts oficce dll) kira-kira berjumlah 230 orang.
Hasil kesimpulan :
1. Berdasarkan regulasi/perundang-undangan yang berlaku (HAM,Aksesbilitas dan layanan publik) PT.Garuda memahami dan akan mengimplentasikan dalam bentuk kebijakan secara sistem pada lingkungan perusahaan.
2. PT, Garuda melalui Direktur Layanan ; Bapak Faik Fahmi telah mengeluarkkan surat edaran tentang prosedur penanganan penumpang disabilitas Nomor : GARUDA/JKTDC-20010/13 Tertanggal 25 Maret 2013 yang intinya tentang perubahan prosedur standar serta bahwa calon penumpang disabilitas tidak dimiinta menandatangani surat pernyataan sakit. (edaran terlampir)
3. PT. Garuda akan memperbaiki/merubah kebijakan yang dipandang diskriminasi terhadap kelompok rentan (lansia,ibu hamil , dan kelompok disabilitas) tidak lagi charity tetapi layanan yang memposisikan calon pemumang adalah pather/sahabat garuda dengan prinsip pendekatan humanistik.
4. PT. Garuda akan mengimplementasikan materi bagaimana cara penanganan/melayani penumpang disabilitas kedalam kurikulum training diberbagai bidang khususnya yang menyangkut staf yang berhubungan dengan layanan publik.

Jakarta, 5 April 2013
Dewan Pengurus Pusat PERTUNI

Y. Tri Bagio
Ketua II

Rabu, 06 Maret 2013

Lomba Mengarang Esei Braille Onkyo 2013



Proyek disponsori oleh the Onkyo Corporation Ltd. dan The Braille Mainichi Newspaper bekerjasama dengan World Blind Union Asia-Pacific dan Pertuni

A. Tujuan

Lomba mengarang ini bertujuan:

1. Meningkatkan melek huruf Braille dan memupuk kebiasaan membaca/menulis di kalangan para tunanetra di wilayah Asia-Pasifik.

2. Meningkatkan interaksi sosial budaya di kalangan para tunanetra di wilayah Asia-Pasifik melalui tulisan.

3. Mendorong para tunanetra memanfaatkan potensinya dalam bidang tulis-menulis sebagai sumber pendapatan.

4. Mendorong para tunanetra berperan aktif melalui tulisan, dan melalui organisasinya, dalam mengubah makna ketunanetraan.

B. Topik-topik Karangan (pilih salah satu):

1. Mengubah Makna ketunanetraan melalui Braille dan alat-alat bantu mobilitas

2. Bagaimana Braille dan buku-buku audio telah membantu saya menjalani kehidupan normal

3. Tantangan dan solusi bagi seorang tunanetra untuk menjadi seorang musisi

C. Persyaratan:

Partisipasi dalam lomba mengarang esei ini terbuka bagi semua orang tunanetra usia 14 tahun ke atas di wilayah Asia-Pasifik (Kecuali mereka yang berasal dari Jepang atau pernah memenangkan hadiah Atsuki selama tiga tahun terakhir).

Persyaratan karangan adalah sebagai berikut:

1 Format Karangan:

 Karangan ditulis dalam bentuk esei dalam bahasa Indonesia dengan tulisan Braille menggunakan reglet atau mesin tik Braille (tidak boleh menggunakan komputer).

 Panjang karangan antara 750 hingga 1000 kata. Karangan yang terlalu pendek atau terlalu panjang akan didiskualifikasi.

2 Karangan harus original dan setiap peserta hanya diperbolehkan mengirimkan satu karangan.

3. Karangan dikirimkan kepada: Panitia Seleksi Onkyo Nasional, DPP Pertuni, Jl. Raya Bogor km.19, Ruko Blok Q No. 13-L, Kramat Jati, Jakarta Timur 13510.

Karangan harus sudah diterima di DPP Pertuni selambat-lambatnya tanggal 15 Mei 2013.

4 Karangan harus dilengkapi dengan informasi sebagai berikut:

a) Nama lengkap

b) Umur

c) Jenis kelamin

d) Nomor telepon (HP)

e) Alamat email

f) Status pekerjaan (siswa, ibu rumah tangga, dll.)

g) Nama, alamat dan e-mail organisasi atau lembaga di mana anda aktif

h) Lampirkan pasfoto dan fotokopi KTP atau kartu pelajar/mahasiswa atau kartu anggota organisasi

5 Lomba ini terbuka bagi dua kelompok usia:

Kelompok A: Tunanetra usia 14-25 tahun

Kelompok B: Tunanetra usia 26 tahun atau lebih.

6 Panitia Seleksi Onkyo Nasional akan memilih lima karangan terbaik untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan dikirimkan ke Panitia Seleksi Onkyo Asia-Pasifik untuk diperlombakan ditingkat Asia-Pasifik.

D. Pengumuman dan Hadiah:

Panitia Seleksi Onkyo Asia-Pasifik akan menentukan tujuh orang pemenang dari kedua kelompok usia.

Pemenang lomba ini akan diumumkan pada bulan Nopember 2013.

Hadiah terdiri dari:

• Otsuki Prize: seribu US Dollar dan sebuah trofi diberikan kepada seorang juara umum di antara kedua kelompok usia.

• Excellent Works: lima ratus US dollar dan sebuah trofi. Dua hadiah akan diberikan, masing-masing satu kepada masing-masing kelompok usia.

• Fine Works: dua ratus dan tiga ratus US dollar. Dua hadiah (masing-masing $200) akan diberikan kepada Kelompok A, dan dua hadiah (masing-masing $300) diberikan kepada Kelompok B.

E. Hak Cipta (Copyright)

Esei pemenang akan menjadi hak The Onkyo Corporation Ltd. Dan the Braille Mainichi Newspaper, dan mereka berhak mempublikasikannya dengan cara yang mereka kehendaki.

Selamat berlomba!

DR. Didi Tarsidi, Ketua Umum Pertuni

Atas nama

Ivan Ho Tuck Choy,

Secretary General of WBUAP and Co-ordinator for the implementation of the WBUAP Onkyo World Braille Essay Contest 2012.