Dibandingkan dengan isu HAM kaum minoritas yang lain, isu penyandang disabilitas – atau yang dulu biasa disebut penyandang cacat – tampaknya masih belum mendapatkan perhatian yang layak. Padahal, di dunia internasional isu tersebut sudah memperoleh perhatian lebih serius. Salah satu buktinya adalah dengan disahkannya Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) dalam pertemuan Majlis Umum PBB. Sayangnya, konvensi ini belum banyak diketahui oleh masyarakat, termasuk para penyandang disabilitas sendiri yang tentunya sangat berkepentingan dengannya.
Berdasarkan hal itu, maka pada tanggal 25-26 Januari 2011, DPP Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), atas dukungan lembaga donor internasional untuk penyandang disabilitas (Dissabilities Rights Fund /DRF) serta Kementerian Luar Negeri RI, menyelenggarakan kegiatan Lokakarya Nasional Tentang Hak Penyandang Disabilitas, bertempat di Graha Carakal Loka - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Jl. Sisingamangaraja no. 73, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini akan berlangsung selama dua hari. Hari pertama (Selasa) akan dibuka untuk umum, yang diperkirakan sekitar 200 undangan dari berbagai pihak seperti pihak pemerintah RI, duta besar negara sahabat, LSM pengiat HAM, organisasi-organisasi Disabilitas/kecacatan, tokoh-tokoh pemerhati isu disabilitas seta anggota PERTUNI. Sedangkan hari kedua (Rabu) diperuntukkan khusus bagi para anggota Pertuni dari DPD DKI Jakarta, DPD Propinsi Banten, dan DPD Propinsi Lampung.
Lokakarya ini secara resmi dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri RI, Triyono Wibowo,yang juga memberikan keynote speech dengan tema: “Peran Indonesia dalam mendorong proses ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas sebagai wujud pemajuan, perlindungan serta pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia”.
Secara khusus, lokakarya ini mengupas berbagai aspek tentang KONVENSI, mulai dari aspek historis lahirnya kebijakan tersebut, perkembangannya, analisis produk perundang-undangan di Indonesia yang bertentangan denganya, sampai pada keterkaitan dan optimalisasinya terhadap upaya pemenuhan hak perempuan penyandang disabilitas di Indonesia; dengan menampilkan narasumber-narasumber dari DPP PERTUNI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Sosial RI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI.
Alasan utama diselenggarakanya kegiatan ini, menurut Rina Prasarani, Koordinator Kegiatan Lokakarya, adalah untuk memberikan informasi kepada para penyandang disabilitas, khususnya anggota Pertuni, tentang KONVENSI. Dengan adanya informasi tersebut, diharapkan para tunanetra akan makin menyadari haknya dan secara aktif mendorong pemerintah untuk memenuhi hak-hak mereka. “Kita ingin agar teman-teman tunanetra aktif mendorong pemerintah supaya segera meratifikasi KONVENSI ini, karenanya mereka perlu faham dulu apa isinya,” demikian ungkap Rina.
Adapun target utama kegiatan ini, lanjut Rina, adalah terbangunnya kapasitas lokal di kalangan pengurus dan anggota Pertuni, sehingga mereka lebih aktif dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Lebih jauh, lokakarya ini juga diharapkan akan mampu merumuskan rencana aksi nyata untuk terus memantau perkembangan realisasi KONVENSI di Indonesia hingga sampai proses ratifikasi dan implementasinya.
Usai lokakarya ini, dalam waktu dekat DPP Pertuni juga akan menyelenggarakan kegiatan serupa di berbagai daerah lain, meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Dengan begitu diharapkan pemahaman tentang nilai dan esensi KONVENSI ini dapat lebih tersebar, sehingga dorongan bagi proses ratifikasi konvensi ini di Indonesia akan makin menguat.
Sekilas Tentang KONVENSI
Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) Adalah sebuah pengakuan masyarakat internasional terhadap hak penyandang Disabilitas untuk hidup setara dengan warga masyarakat lainnya. Konvensi ini telah disahkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam sidang ke-61 , tanggal 13 Desember 2006. Peristiwa ini lalu ditindaklanjuti dengan penandatanganan konvensi tersebut oleh sekitar 80 negara, termasuk Indonesia yang diwakili Mensos Bachtiar Chamzah, pada tanggal 30 Maret 2007.
Prinsip-prinsip yang termuat dalam konvensi tersebut antara lain: menghormati harkat dan martabat Penyandang Disabilitas , non-diskriminatif, partisipasi penuh, aksesibilitas, penghormatan terhadap perbedaan dan penerimaan Penyandang Disabilitas sebagai bagian dari keanekaragaman manusia dan kemanusiaan. Sesungguhnya tidak ada hak-hak baru bagi penyandang Disabilitas yang termuat di dalamnya; juga tidak ada sesuatu hak yang warga masyarakat lainnya tidak miliki sebelumnya. Konvensi ini lebih menekankan bahwa penyandang Disabilitas harus diberi kesempatan yang sama dan dijamin hak-haknya sebagaimana warga masyarakat lainnya. Konvesi ini sekaligus merupakan refleksi perubahan paradigma dalam penanganan masalah penyandang Disabilitas dari yang bersifat remedial dan belas kasihan pada pendekatan hak asasi manusia.
Jutaan penyandang Disabilitas dunia berharap konvensi tersebut dapat membawa perubahan pada terciptanya masyarakat yang tidak diskriminatif dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan bidang kehidupan lainnya, termasuk informasi dan lingkungan fisik yang bebas hambatan bagi semua; kesamaan untuk mendapatkan jaminan di muka hukum dan inklusif secara penuh dalam masyarakat tanpa membedakan usia, jenis kelamin, lokasi tempat tinggal dan jenis ketunaan yang disandangnya.
Keikutsertaan Pemerintah Indonesia untuk menandatangani konvensi tersebut tentunya bukan sekedar basa basi pergaulan masyarakat internasional, karena selain membawa konsekuensi tindak lanjut (pemantauan oleh dunia internasional), negara ini juga berkepentingan untuk mengimplementasikannya sebagai negara yang mempunyai prevalensi disabilitas (angka kecacatan) yang cukup tinggi – mencapai 39 persen dari jumlah penduduk - menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan tahun 2001.
Sekilas Tentang Pertuni
Pertuni adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) tunanetra tingkat nasional. Sebagai ormas, Pertuni berfungsi sebagai wadah para tunanetra Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara dan sebagai anggota masyarakat, yang mengupayakan keadaan yang kondusif bagi para tunanetra agar dapat menjalani kehidupan sebagai manusia dan warganegara Republik Indonesia yang cerdas, mandiri, produktiftanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Berdiri pada tanggal 26 Januari 1966 di Yogyakarta, saat ini Pertuni sudah memiliki 31 Dewan Pengurus Daerah (DPD) di tingkat Propinsi dan 161 Dewan Pengurus Cabang (DPC) di tingkat kabupaten/kota.
Sekilas tentang Pendukung Kegiatan
Lokakarya ini didukung oleh Disability Rights Fund dan Kementerian Luar Negeri RI. Dissability Rights Fund (DRF) adalah lembaga donor kolaboratif yang sangat concern pada upaya-upaya pemberdayaan Organisasi penyandang disabilitas (Disabled Peoples’ Organization) di berbagai negara di dunia. Bermarkas besar di Boston, Amerika Serikat dan beroperasi dengan dukungan dari Aepoch Fund, an anonymous donor, American Jewish World Service, the Australian Agency for International Development (AusAID), the Open Society Institute, The Sigrid Rausing Trust, dan the UK government’s Department for International Development (DFID). Fokus DRF adalah program-program yang memaksimalkan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (cRPD) dalam rangka pemenuhan Hak-hak dasar para penyandang disabilitas. Dalam kegiatan lokakarya ini, Pertuni mendapatkan bantuan dari DRF.
Kementerian Luar Negeri RI sangat berperan besar dalam kegiatan ini, tidak hanya memfasilitasi, namun dukungan yang bersifat konsultatif serta koordinatif sangat membantu DPP PERTUNI dalam mencapai tujuan utama dari kegiatan ini. “Bahkan diantara kesibukan yang cukup padat, Bapak Menteri Luar Negeri, Bapak Martin Natalegawa, mau meluangkan waktunya untuk duduk bersama DPP PERTUNI untuk secara langsung memberikan arahan kegiatan ini. Bagi kami Kementerian Luar Negeri memberikan dukungan yang responsif serta konkrit”, tutur Otje Soedioto, S.H., Ketua I DPP PERTUNI yang membawahi bidang Keorganisasian dan Hubungan Antar Lembaga. DR. Didi Tarsidi, M.Pd., Ketua Umum DPP PERTUNI pun menambahkan, “Kami memandang dukungan Kementerian Luar Negeri RI atas CRPD training ini sebagai salah satu wujud keseriusan pemerintah untuk memproses ratifikasi hukum internasional ini demi meningkatkan martabat dan kesejahteraan para penyandang disabilitas sebagai bagian yang integral dari masyarakat Indonesia. Kami sangat berharap CRPD ini dapat diratifikasi pada tahun ini.”
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Sekretariat DPP PERTUNI
Jl. Raya Bogor KM.19, Ruko Blok Q No.13-L
Kel. Kramat Jati, Jakarta Timur - 13510
Telp: 021-8005480, Fax: 021-8013402
Kontak person:
Rina Prasarani : 0818 876 944
Tidak ada komentar:
Posting Komentar