Tinggal harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Segera diajukan ke DPR. (VIVAnews, 11 Desember 2011).
Ini merupakan momentum yang tepat bagi Bank Indonesia untuk mencetak uang yang sesuai dengan aspirasi kaum tunanetra yang menginginkan mata uang rupiah yang aksesibel.
Berdasarkan pengalaman kaum tunanetra di beberapa negara, uang yang aksesibel itu adalah yang ukuran besarnya konsisten dan proporsional. Konsisten artinya satu nilai uang rupiah yang sama harus mempunyai ukuran besar yang sama. Proporsional artinya uang dengan nilai lebih besar harus mempunyai ukuran fisik yang lebih besar pula.
Agar mudah dikenali dengan perabaan, perbedaan ukuran satu nilai dengan nilai berikutnya harus sekurang-kurangnya 6 mm.
Pemerintah dan Bank Indonesia tampaknya serius dengan rencana penyederhanaan nilai mata uang. Dalam ilmu ekonomi luas, ini dikenal dengan sebutan redenominasi. Rancangan Undang-undang Redenominasi itu disusun pemerintah bersama Bank Indonesia.
Kini RUU itu sedang dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Rencananya awal 2012 masuk DPR.
Meski memastikan bahwa RUU ini sudah siap dan tinggal tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan bahwa RUU tersebut baru bisa dipraktikan sekitar 5 sampai 10 tahun kedepan. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah akan mempelajari terlebih dahulu pengalaman beberapa negara yang sudah berhasil menerapkan kebijakan penyederhaan nilai uang.
Dalam rencana penerbitan kebijakan redenominasi itu, BI telah memetakan empat tahapan yang harus dilalui sampai Indonesia benar-benar dianggap siap menjalankan penyederhaan nilai uang itu.
Tahap pertama adalah tahap di mana pembuat kebijakan menyiapkan berbagai macam hal seperti menyangkut akuntansi, pencatatan, sistem informasi yang diperlukan dalam membuat rancangan undang-undang soal redenominasi itu.
Tahap kedua adalah masa transisi. Yakni pada tahun 2013-2015. Pada tahap ini, harga barang akan ditulis dalam dua harga yaitu rupiah lama dan rupiah baru. Selama masa transisi ini, masyarakat akan menggunakan dua mata uang yaitu rupiah lama dan baru. BI juga akan mengganti uang rusak rupiah lama dengan uang rupiah baru.
Tahap ketiga yaitu tahun 2016-2018 adalah masa dimana uang kertas sekarang (rupiah lama) akan benar-benar habis. Bank Indonesia akan melakukan penarikan uang lama.
Tahap keempat yaitu periode 2019-2020, kata-kata uang baru menandakan pengganti uang lama akan dihilangkan. Pada periode ini, Indonesia akan kembali pada rupiah seperti saat ini, namun nilai uangnya lebih kecil. Untuk mata uang kecil berlaku uang koin dan nilai pecahan sen akan berlaku lagi. Diharapkan dengan tahapan seperti itu masyarakat akan lebih siap dengan proses redenominasi itu.
Blog ini memuat berita-berita tentang tunanetra atau yang terkait dengan ketunanetraan dan Pertuni.
Minggu, 11 Desember 2011
Kamis, 08 Desember 2011
Lion Air Dihukum karena Diskriminasi, Komnas HAM: Ini Putusan Spektakuler
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Komnas HAM memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas keputusan PN Jakarta Pusat yang menghukum maskapai penerbangan Lion Air cs. Dalam putusan
tersebut, Lion Air, PT Angkasa Pura II dan Kementerian Perhubungan dihukum karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap difabel (penyandang cacat).
"Ini keputusan yang spektakuler. Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada majelis hakim yang memutus perkara ini," kata komisioner Komnas HAM, Saharuddin
Daming saat berbincang dengan detikcom, Kamis, (8/12/2011).
Menurut Daming, keputusan tersebut menunjukkan hukum di Indonesia mengakomodasi penghormatan HAM para difabel. Apalagi putusan tersebut lahir di tengah
pudarnya penghormatan HAM dan penegakan hukum bagi penegakkan HAM.
"Keputusan ini menjadi yurisprudensi dan mendidik bangsa supaya kita tidak melecehkan penyandang cacat," papar Daming.
Dia juga mengapresiasi hakim yang mengukum Kementerian Perhubungan karena lalai mengontrol dan mengawasi para pelaku usaha penerbangan. Menurut Daming,
sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakkan peraturan sesuai pasal 134 ayat 3 UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menanggapi usaha Lion Air
melakukan upaya hukum banding, Daming mempersilahkannya.
"Mengajukan banding itu kan hak mereka. Tetapi ini mencerminkan mereka tidak menghormati HAM," ungkap Daming
Seperti diketahui, Lion Air cs dihukum membayar Rp 25 juta tanggung renteng dan permohonan maaf di koran nasional. Majelis hakim menilai Lion Air bersalah
karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap penumpang, Ridwan Sumantri pada 11 April 2011 silam. Akibat perbuatan ini maka penumpang mendapat kerugian,
baik materiil maupun immateril.
Mendapati putusan ini, kuasa hukum Lion Air, Nusirwin langsung menolak keputusan ini dan serta merta menyatakan banding. Menurutnya keputusan hakim melebihi
apa yang digugat oleh penggugat. "Hakim dalam memutus juga mempertimbangkan berdasarkan pengamatan sendiri. Bukan berdasarkan fakta persidangan. Selain
itu, selama persidangan penggugat tidak bisa membuktikan kerugian yang dialami. Kami banding," kata Nusirwin.
Jakarta - Komnas HAM memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas keputusan PN Jakarta Pusat yang menghukum maskapai penerbangan Lion Air cs. Dalam putusan
tersebut, Lion Air, PT Angkasa Pura II dan Kementerian Perhubungan dihukum karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap difabel (penyandang cacat).
"Ini keputusan yang spektakuler. Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada majelis hakim yang memutus perkara ini," kata komisioner Komnas HAM, Saharuddin
Daming saat berbincang dengan detikcom, Kamis, (8/12/2011).
Menurut Daming, keputusan tersebut menunjukkan hukum di Indonesia mengakomodasi penghormatan HAM para difabel. Apalagi putusan tersebut lahir di tengah
pudarnya penghormatan HAM dan penegakan hukum bagi penegakkan HAM.
"Keputusan ini menjadi yurisprudensi dan mendidik bangsa supaya kita tidak melecehkan penyandang cacat," papar Daming.
Dia juga mengapresiasi hakim yang mengukum Kementerian Perhubungan karena lalai mengontrol dan mengawasi para pelaku usaha penerbangan. Menurut Daming,
sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakkan peraturan sesuai pasal 134 ayat 3 UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menanggapi usaha Lion Air
melakukan upaya hukum banding, Daming mempersilahkannya.
"Mengajukan banding itu kan hak mereka. Tetapi ini mencerminkan mereka tidak menghormati HAM," ungkap Daming
Seperti diketahui, Lion Air cs dihukum membayar Rp 25 juta tanggung renteng dan permohonan maaf di koran nasional. Majelis hakim menilai Lion Air bersalah
karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap penumpang, Ridwan Sumantri pada 11 April 2011 silam. Akibat perbuatan ini maka penumpang mendapat kerugian,
baik materiil maupun immateril.
Mendapati putusan ini, kuasa hukum Lion Air, Nusirwin langsung menolak keputusan ini dan serta merta menyatakan banding. Menurutnya keputusan hakim melebihi
apa yang digugat oleh penggugat. "Hakim dalam memutus juga mempertimbangkan berdasarkan pengamatan sendiri. Bukan berdasarkan fakta persidangan. Selain
itu, selama persidangan penggugat tidak bisa membuktikan kerugian yang dialami. Kami banding," kata Nusirwin.
Langganan:
Postingan (Atom)