Kamis, 08 Desember 2011

Lion Air Dihukum karena Diskriminasi, Komnas HAM: Ini Putusan Spektakuler

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Komnas HAM memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas keputusan PN Jakarta Pusat yang menghukum maskapai penerbangan Lion Air cs. Dalam putusan
tersebut, Lion Air, PT Angkasa Pura II dan Kementerian Perhubungan dihukum karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap difabel (penyandang cacat).

"Ini keputusan yang spektakuler. Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada majelis hakim yang memutus perkara ini," kata komisioner Komnas HAM, Saharuddin
Daming saat berbincang dengan detikcom, Kamis, (8/12/2011).

Menurut Daming, keputusan tersebut menunjukkan hukum di Indonesia mengakomodasi penghormatan HAM para difabel. Apalagi putusan tersebut lahir di tengah
pudarnya penghormatan HAM dan penegakan hukum bagi penegakkan HAM.

"Keputusan ini menjadi yurisprudensi dan mendidik bangsa supaya kita tidak melecehkan penyandang cacat," papar Daming.

Dia juga mengapresiasi hakim yang mengukum Kementerian Perhubungan karena lalai mengontrol dan mengawasi para pelaku usaha penerbangan. Menurut Daming,
sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakkan peraturan sesuai pasal 134 ayat 3 UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menanggapi usaha Lion Air
melakukan upaya hukum banding, Daming mempersilahkannya.

"Mengajukan banding itu kan hak mereka. Tetapi ini mencerminkan mereka tidak menghormati HAM," ungkap Daming

Seperti diketahui, Lion Air cs dihukum membayar Rp 25 juta tanggung renteng dan permohonan maaf di koran nasional. Majelis hakim menilai Lion Air bersalah
karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap penumpang, Ridwan Sumantri pada 11 April 2011 silam. Akibat perbuatan ini maka penumpang mendapat kerugian,
baik materiil maupun immateril.

Mendapati putusan ini, kuasa hukum Lion Air, Nusirwin langsung menolak keputusan ini dan serta merta menyatakan banding. Menurutnya keputusan hakim melebihi
apa yang digugat oleh penggugat. "Hakim dalam memutus juga mempertimbangkan berdasarkan pengamatan sendiri. Bukan berdasarkan fakta persidangan. Selain
itu, selama persidangan penggugat tidak bisa membuktikan kerugian yang dialami. Kami banding," kata Nusirwin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar