Musyawarah Daerah ke-5 Pertuni Daerah Sumatra Selatan dilaksanakan pada tangal 28 Desember 2009 di Palembang.
Sdr. Muchtar terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Sumatra Selatan, sedangkan Sdr. Amilin terpilih sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Daerah Sumatra Selatan masa
bakti 2009-2014.
Blog ini memuat berita-berita tentang tunanetra atau yang terkait dengan ketunanetraan dan Pertuni.
Rabu, 30 Desember 2009
Minggu, 27 Desember 2009
Musda V Pertuni Daerah Lampung 23 Desember 2009
Musyawarah Daerah ke-5 Pertuni Daerah Lampung dilaksanakan pada tangal 23 Desember 2009 di Bandar Lampung.
Sdr. Ridwan Efendi terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Lampung, sedangkan Sdr. Jono terpilih sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Daerah Lampung masa bakti 2009-2014.
Sdr. Ridwan Efendi terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Lampung, sedangkan Sdr. Jono terpilih sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Daerah Lampung masa bakti 2009-2014.
Selasa, 17 November 2009
Rekor MURI untuk DPD PERTUNI Jateng
Suryandaru, mitra-jaringan@yahoogroups.com, Tuesday, November 17, 2009 11:43 AM
Alhamdulillah pada tanggal 15 November 2009 DPD Persatuan Tunanetra Propinsi Jawa Tengah berhasil mencatatkan dua rekor MURI.
Rekor pertama dicatat dengan nomor 3974 untuk penyelenggaraan Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra se-Indonesia yang pertama. Rekor kedua dengan nomor registrasi 3975 untuk peserta terbanyak lomba resensi buku bicara digital antar tunanetra se-Indonesia.
Dengan demikian DPD PERTUNI Jateng telah memperoleh 3 rekor MURI, yaitu 3054 untuk peserta lomba festival band antar tunanetra terbanyak se-Indonesia, 3974 untuk penyelenggara pertama Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra se-Indonesia, dan 3975 untuk jumlah terbesar peserta lomba resensi buku bicara digital antar tunanetra se-Indonesia.
Terima kasih atas dukungan teman-teman semuanya.
Alhamdulillah pada tanggal 15 November 2009 DPD Persatuan Tunanetra Propinsi Jawa Tengah berhasil mencatatkan dua rekor MURI.
Rekor pertama dicatat dengan nomor 3974 untuk penyelenggaraan Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra se-Indonesia yang pertama. Rekor kedua dengan nomor registrasi 3975 untuk peserta terbanyak lomba resensi buku bicara digital antar tunanetra se-Indonesia.
Dengan demikian DPD PERTUNI Jateng telah memperoleh 3 rekor MURI, yaitu 3054 untuk peserta lomba festival band antar tunanetra terbanyak se-Indonesia, 3974 untuk penyelenggara pertama Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra se-Indonesia, dan 3975 untuk jumlah terbesar peserta lomba resensi buku bicara digital antar tunanetra se-Indonesia.
Terima kasih atas dukungan teman-teman semuanya.
Operasi Katarak -- Hipenca 2009
Dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang Cacat 2009 (HIPENCA 2009) maka Panitia HIPENCA 2009 bekerjasama dengan DPP Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) dan Christoffer Blinden Mission (CBM) bermaksud akan mengadakan Operasi Katarak Mata yang akan diselenggarakan pada
Hari : Senin - Selasa, 30 November - 1 Desember 2009
Waktu : 08:00 WIB
Tempat : Rumah sakit St. Elizabeth
Jl. Narogong Raya no 202, Bekasi
Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka kami menghimbau Bapak/Ibu/Saudara yang membutuhkan layanan operasi katarak untuk mendaftarkan diri dan turut menyebarluaskan informasi ini kepada khalayak umum lainnya yang membutuhkan.
Pendaftaran dapat dilakukan di:
Sekretariat DPP PERTUNI
Telepon: 8005480 (Bapak Is/ Ibu Wanti)
Fax: 8013402
e-mail: pertuni_dpp@yahoo.co.id
Calon pasien diharapkan :
- menyerahkan/mengirimkan fotocopy identitas diri (KTP/Kartu Pelajar/kartu identitas lainnya) serta no telepon yang dapat dihubungi.
- hadir di lokasi tertera di atas pada tanggal yang akan ditentukan oleh panitia sebelum pelaksanaan operasi.
Panitia HIPENCA 2009
Rina Prasarani, Ketua Bidang III
Furqon Hidayat, SPd., Koordinator Bidang Bakti Sosial
Hari : Senin - Selasa, 30 November - 1 Desember 2009
Waktu : 08:00 WIB
Tempat : Rumah sakit St. Elizabeth
Jl. Narogong Raya no 202, Bekasi
Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka kami menghimbau Bapak/Ibu/Saudara yang membutuhkan layanan operasi katarak untuk mendaftarkan diri dan turut menyebarluaskan informasi ini kepada khalayak umum lainnya yang membutuhkan.
Pendaftaran dapat dilakukan di:
Sekretariat DPP PERTUNI
Telepon: 8005480 (Bapak Is/ Ibu Wanti)
Fax: 8013402
e-mail: pertuni_dpp@yahoo.co.id
Calon pasien diharapkan :
- menyerahkan/mengirimkan fotocopy identitas diri (KTP/Kartu Pelajar/kartu identitas lainnya) serta no telepon yang dapat dihubungi.
- hadir di lokasi tertera di atas pada tanggal yang akan ditentukan oleh panitia sebelum pelaksanaan operasi.
Panitia HIPENCA 2009
Rina Prasarani, Ketua Bidang III
Furqon Hidayat, SPd., Koordinator Bidang Bakti Sosial
Senin, 02 November 2009
PEMENANG THE WBUAP ONKYO BRAILLE ESSAY CONTEST 2009
Selamat buat Atung Yuniarto dari Surabaya,
Dan Ria Andriani, anak Indonesia yang sedang berdomisili di Australia.
WINNERS OF THE WBUAP ONKYO BRAILLE ESSAY CONTEST 2009
The Sponsors of the Contest, Onkyo Corporation and the Braille Mainichi of Japan, together with the WBUAP Onkyo Selection Committee, have great pleasure in announcing the winners of the 2009 Contest.
THE OTSUKI PRIZE:
The Otsuki Prize of $1,000 is awarded to Mr Dong Huy Lieu from Vietnam with his entry "Braille - Lighting Up My Life" which scored 77.6. The reasons for awarding him this prize are:
(a) It is a well rounded essay with a clear focus on the topic. He is able to show how Braille has helped him to achieve his goals in life.
(b) He is able to bring out the positive spirit in his struggle to live a normal life and how this enabled him to inspire others around him.
(c) While relating his personal experiences, he has provided interesting insights into Vietnamese life as he made his personal journey on the road to success.
PRIZES FOR CATEGORY A
(Ages from 14 to 25 years old):
1. The Excellent Prize of $500 is awarded to Miss Ria Andriani from Australia with her entry "Some Things Are Meant To Be True" which scored 69.6 points. She is awarded the prize for the following reasons:
(a) She is able to bring out a clear message of hope concerning the role of Braille in helping her to appreciate music and achieve success.
(b) She is able to depict a struggle of determination and positive outlook despite great odds to fulfil her life's goal in the field of music.
2. The Committee decided to award only one Fine Works Prize to this category as the other entries did not meet the required conditions. The Fine Works prize of $200 is awarded To Mr Le Van Tung from Vietnam whose entry scored 61.4 points.
PRIZES FOR CATEGORY B
(Ages from 26 years old and above):
1. The Excellent Prize of $500 is awarded to Mr Atung Yuniarto from Indonesia with his entry "Touching The Points Of Hope" which scored 73 points. The reasons for awarding him the prize are:
(a) He displayed very well his writing craft with interesting and varied details as he depicted his journey of hope and ultimate success.
(b) He showed how with the help of Braille he was able to fulfil his dream and to inspire others.
2. Two Fine Works Prizes of $200 each are awarded to:
2.1. Miss Khong Thanh Thuy from Vietnam whose entry scored 71.8 points.
2.2. Miss Daw Byar Mee from Myanmar whose entry scored 60.8 points.
We take this opportunity to extend our heartiest congratulations to all the winners. We also wish to express our deep gratitude to the National Onkyo Selection Committees of Australia, Indonesia, Myanmar and Vietnam for encouraging, facilitating and selecting the best entries sent to the WBUAP Onkyo Selection Committee. The cash prizes and trophies (as mentioned in the Terms and Conditions) will be sent to you within the next three weeks.
Ivan Ho Tuck Choy
Secretary General
World Blind Union-Asia Pacific
Dated: 2 November, 2009
Copy to:
Mr Chuji Sashida, President, Board and Council Members of WBUAP
National Onkyo Selection Committees of Australia, Indonesia, Myanmar and Vietnam
Mr Kazuhiko Yamaguchi, Co-ordinator, WBUAP Onkyo Braille Essay Contest
Dan Ria Andriani, anak Indonesia yang sedang berdomisili di Australia.
WINNERS OF THE WBUAP ONKYO BRAILLE ESSAY CONTEST 2009
The Sponsors of the Contest, Onkyo Corporation and the Braille Mainichi of Japan, together with the WBUAP Onkyo Selection Committee, have great pleasure in announcing the winners of the 2009 Contest.
THE OTSUKI PRIZE:
The Otsuki Prize of $1,000 is awarded to Mr Dong Huy Lieu from Vietnam with his entry "Braille - Lighting Up My Life" which scored 77.6. The reasons for awarding him this prize are:
(a) It is a well rounded essay with a clear focus on the topic. He is able to show how Braille has helped him to achieve his goals in life.
(b) He is able to bring out the positive spirit in his struggle to live a normal life and how this enabled him to inspire others around him.
(c) While relating his personal experiences, he has provided interesting insights into Vietnamese life as he made his personal journey on the road to success.
PRIZES FOR CATEGORY A
(Ages from 14 to 25 years old):
1. The Excellent Prize of $500 is awarded to Miss Ria Andriani from Australia with her entry "Some Things Are Meant To Be True" which scored 69.6 points. She is awarded the prize for the following reasons:
(a) She is able to bring out a clear message of hope concerning the role of Braille in helping her to appreciate music and achieve success.
(b) She is able to depict a struggle of determination and positive outlook despite great odds to fulfil her life's goal in the field of music.
2. The Committee decided to award only one Fine Works Prize to this category as the other entries did not meet the required conditions. The Fine Works prize of $200 is awarded To Mr Le Van Tung from Vietnam whose entry scored 61.4 points.
PRIZES FOR CATEGORY B
(Ages from 26 years old and above):
1. The Excellent Prize of $500 is awarded to Mr Atung Yuniarto from Indonesia with his entry "Touching The Points Of Hope" which scored 73 points. The reasons for awarding him the prize are:
(a) He displayed very well his writing craft with interesting and varied details as he depicted his journey of hope and ultimate success.
(b) He showed how with the help of Braille he was able to fulfil his dream and to inspire others.
2. Two Fine Works Prizes of $200 each are awarded to:
2.1. Miss Khong Thanh Thuy from Vietnam whose entry scored 71.8 points.
2.2. Miss Daw Byar Mee from Myanmar whose entry scored 60.8 points.
We take this opportunity to extend our heartiest congratulations to all the winners. We also wish to express our deep gratitude to the National Onkyo Selection Committees of Australia, Indonesia, Myanmar and Vietnam for encouraging, facilitating and selecting the best entries sent to the WBUAP Onkyo Selection Committee. The cash prizes and trophies (as mentioned in the Terms and Conditions) will be sent to you within the next three weeks.
Ivan Ho Tuck Choy
Secretary General
World Blind Union-Asia Pacific
Dated: 2 November, 2009
Copy to:
Mr Chuji Sashida, President, Board and Council Members of WBUAP
National Onkyo Selection Committees of Australia, Indonesia, Myanmar and Vietnam
Mr Kazuhiko Yamaguchi, Co-ordinator, WBUAP Onkyo Braille Essay Contest
Pemenang Lomba Resensi
Mitra-Jaringan, Sunday, November 01, 2009 5:20 PM
Berikut adalah pemenang Lomba Resensi Digital Talking Book Antar Tunanetra se-Indonesia Tahun 2009 yang diselenggarakan oleh DPD PERTUNI Jateng :
BERITA ACARA
PEMENANG LOMBA RESENSI BUKU BICARA DIGITAL
ANTAR TUNANETRA SE INDONESIA TAHUN 2009
DPD PERTUNI JAWA TENGAH
Pada hari ini, tanggal 31 Oktober 2009, dewan juri yang terdiri dari
1. Ketua : Dra. Sri Humaini Adisusilo (Jurnalis)
2. Anggota : Dra. Tri Wahyu Hari Murtiningsih M.Si. (Pustakawan)
3. Anggota : Drs. Hari Priyono M.Pd. (Akademisi)
Setelah mengadakan penilaian secara seksama serta memperhatikan catatan Dewan Juri, pada pelaksanaan Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra Se Indonesia, yang diselenggarakan oleh DPD PERTUNI JAWA TENGAH, dalam rangka peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat (HIPENCA), dengan ini memutuskan dan menetapkan pemenang Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra Se Indonesia, sebagai berikut :
1. Pemenang Pertama : Sdri. Anik Windaryanti, peserta dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2290
2. Pemenang Kedua, Sdr. Afif Fahroni, peserta dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2270
3. Pemenang Ketiga, Sdr. Muh. Zufron, pemenang dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2260
4. Pemenang Harapan Satu, Sdr. Triyono, pemenang dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2190
5. Pemenang Harapan Dua, Sdr. Adyana Ndaru Purnama, pemenang dari PTNTRW Dharma Putra Kab. Purworejo, dengan nilai 2170
6. Pemenang Harapan Ketiga, Sdr. Gunarto, pemenang dari Klinik Pijat Budaya Sehat Semarang, dengan nilai 2150
Demikian hasil keputusan dewan juri, keputusan ini tidak bisa diganggu gugat
Semarang, 31 Oktober 2009
DEWAN JURI
LOMBA RESENSI BUKU BICARA ANTAR TUNANETRA SE INDONESIA
TAHUN 2009
1. Ketua : Dra. Sri Humaini Adisusilo (Jurnalis) ...................
2. Anggota : Dra. Tri Wahyu Hari Murtiningsih M.Si. (Pustakawan) ...................
3. Anggota : Drs. Hari Priyono M.Pd. (Akademisi) ...................
Berikut adalah pemenang Lomba Resensi Digital Talking Book Antar Tunanetra se-Indonesia Tahun 2009 yang diselenggarakan oleh DPD PERTUNI Jateng :
BERITA ACARA
PEMENANG LOMBA RESENSI BUKU BICARA DIGITAL
ANTAR TUNANETRA SE INDONESIA TAHUN 2009
DPD PERTUNI JAWA TENGAH
Pada hari ini, tanggal 31 Oktober 2009, dewan juri yang terdiri dari
1. Ketua : Dra. Sri Humaini Adisusilo (Jurnalis)
2. Anggota : Dra. Tri Wahyu Hari Murtiningsih M.Si. (Pustakawan)
3. Anggota : Drs. Hari Priyono M.Pd. (Akademisi)
Setelah mengadakan penilaian secara seksama serta memperhatikan catatan Dewan Juri, pada pelaksanaan Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra Se Indonesia, yang diselenggarakan oleh DPD PERTUNI JAWA TENGAH, dalam rangka peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat (HIPENCA), dengan ini memutuskan dan menetapkan pemenang Lomba Resensi Buku Bicara Digital Antar Tunanetra Se Indonesia, sebagai berikut :
1. Pemenang Pertama : Sdri. Anik Windaryanti, peserta dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2290
2. Pemenang Kedua, Sdr. Afif Fahroni, peserta dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2270
3. Pemenang Ketiga, Sdr. Muh. Zufron, pemenang dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2260
4. Pemenang Harapan Satu, Sdr. Triyono, pemenang dari PTNTRW Pendowo Kab. Kudus, dengan nilai 2190
5. Pemenang Harapan Dua, Sdr. Adyana Ndaru Purnama, pemenang dari PTNTRW Dharma Putra Kab. Purworejo, dengan nilai 2170
6. Pemenang Harapan Ketiga, Sdr. Gunarto, pemenang dari Klinik Pijat Budaya Sehat Semarang, dengan nilai 2150
Demikian hasil keputusan dewan juri, keputusan ini tidak bisa diganggu gugat
Semarang, 31 Oktober 2009
DEWAN JURI
LOMBA RESENSI BUKU BICARA ANTAR TUNANETRA SE INDONESIA
TAHUN 2009
1. Ketua : Dra. Sri Humaini Adisusilo (Jurnalis) ...................
2. Anggota : Dra. Tri Wahyu Hari Murtiningsih M.Si. (Pustakawan) ...................
3. Anggota : Drs. Hari Priyono M.Pd. (Akademisi) ...................
Minggu, 11 Oktober 2009
TUNANETRA PUN BISA INTERNETAN DI PERPUSTAKAAN DAERAH SUMUT
Harian Analisa, 7 Oktober 2009
Arjuna Perangin – angin terlihat terburu – buru ketika mengetik sebuah
surat di computer. Satu persatu huruf yang diketiknya menjadi sebuah
kata dan kalimat.
Isinya, Arjuna yang merupakan penyandang tunanetra menyampaikan
kegembiraannya atas tersedianya 2 unit computer yang dikhususkan untuk
penyandang tunanetra. Computer tersebut dilengkapi dengan software
Jaws for Windows (JFW) yang mampu mengeluarkan suara pada setiap huruf
yang diketiknya.
Dalam surat tersebut, Arjuna mengucapkan terima kasih kepada
Pertamina Regional I Bina Lingkungan Wilayah Sumut yang telah
menyerahkan 2 unit computer untuk penyandang tunanetra kepada BPAD
Sumut untuk digunakan bagi penyandang tunanetra.
Dia berharap, fasilitas ini tidak hanya sekedar saja melainkan terus
menerus dan bertambah. “ saya minta fasilitas computer untuk tunanetra
ini tidak hanya sampai disini tapi berkelanjutan sehingga semakin
banyak tunanetra yang menggunakannya,” ungkap alumni Sarjana Sastra
Universitas Katolik Santo Thomas Sastra Inggris.
Ketua Persatuan Tunanetra, Lukman Hakim mengatakan dengan adanya
computer tersebut maka terhilangkanlah sedikit bentuk diskriminasi
yang dialami oleh penyandang cacat tunanetra. “ keberadaan computer
ini akan mendorong insane tunanetra yang cerdas dan tidak gagap
teknologi,”ujarnya kepada wartawan di perpustakaan Daerah Sumut, jalan
Brigjen Katamso Medan, selasa ( 6/10 ).
Dia menambahkan computer yang telah disertai software JFW akan mampu
membantu pemakai computer karena computer tersebut dapat memberikan
berbicara atas apa yang kita lakukan terhadapny. “Dengan computer ini
para tunanetra juga bisa berinternetan, chating, facebook, mengirim
email dan lainnya,” terangnya.
Dua unit Komputer tersebut diserahkan oleh PertaminaRegional I Bina
Lingkungan Wilayah Sumut kepada BPADSU untuk digunakan bagi penyandang
cacat tunanetra.
Salah seorang penyandang cacat tunanetra, Dea, siswi kelas 9 SMP
Negri 2 Lubuk Pakam dari binaan Yayasan Tunanetra (Yapentra) Tanjung
Morawa merasa terharu atas pemberian bantuan computer Braille di
perpustakaan daerah Sumut yang dapat digunakan untuk tunanetra,”saya
minta pemerintah senantiasa terus memperhatikan pendidikan tunanetra
di Sumut karena dalam kehidupan sehari-hari terkadang masih terjadi
diskriminasi,” ucap cewek asal siantar sembari mengangis
terseduh-seduh.
Peningkatan SDM
Sementara itu, Koodinator Regional I Pertamina OK Khaidir Aswan
didampingi Asisten bina lingkungan Pertamina H Chairuddin pada
kesempatan itu mengatakan penyerahan bantuan komputerkhusus ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Sedangkan H Chairuddin menambahkan, Pertamina peduli peningkatan SDM
dan bina lingkungan ini akan tetap memperhatikan masyarakat terutama
bagi tunanetra di Sumut. Sehingga para tunanetra itu tidak terjadi
diskriminasi bagi siswa yang sehat jasmani dan rohaninya.
“Kita juga tetap memberikan bantuan pendidikan kepada siapapun dengan
mengajukan proposal kepada pertamina,”ujarnya.
Kepala BPAD Sumut Syaiful Syafri mengatakan, perpustakaan kini
menjadi tempat layanan untuk semua orang. Makanya, pelayanan yang
diberikan tidak hanya kepada mereka yang norma, tapi juga kepada
penyandang tunanetra.” Ini merupakan layanan pertama anak terbaik di
Indonesia yang menggunakan sarana dan fasilitas untuk pendidikan anak
cacat khususnya tunanetra di Medan dan Sumut,” katanya.
Dia berharap kedepan 500 penyandang tuna di Medan dan siswa-siswanya
mampu memanfaatkan computer untuk tunanetra dan BPAD Sumut juga siap
menjadi tempat pelatihan bagi siswa tunanetra untuk pelatihan
penggunaan computer sehingga mereka bisa internetan sebagaimana
pemustaka lainnya
Arjuna Perangin – angin terlihat terburu – buru ketika mengetik sebuah
surat di computer. Satu persatu huruf yang diketiknya menjadi sebuah
kata dan kalimat.
Isinya, Arjuna yang merupakan penyandang tunanetra menyampaikan
kegembiraannya atas tersedianya 2 unit computer yang dikhususkan untuk
penyandang tunanetra. Computer tersebut dilengkapi dengan software
Jaws for Windows (JFW) yang mampu mengeluarkan suara pada setiap huruf
yang diketiknya.
Dalam surat tersebut, Arjuna mengucapkan terima kasih kepada
Pertamina Regional I Bina Lingkungan Wilayah Sumut yang telah
menyerahkan 2 unit computer untuk penyandang tunanetra kepada BPAD
Sumut untuk digunakan bagi penyandang tunanetra.
Dia berharap, fasilitas ini tidak hanya sekedar saja melainkan terus
menerus dan bertambah. “ saya minta fasilitas computer untuk tunanetra
ini tidak hanya sampai disini tapi berkelanjutan sehingga semakin
banyak tunanetra yang menggunakannya,” ungkap alumni Sarjana Sastra
Universitas Katolik Santo Thomas Sastra Inggris.
Ketua Persatuan Tunanetra, Lukman Hakim mengatakan dengan adanya
computer tersebut maka terhilangkanlah sedikit bentuk diskriminasi
yang dialami oleh penyandang cacat tunanetra. “ keberadaan computer
ini akan mendorong insane tunanetra yang cerdas dan tidak gagap
teknologi,”ujarnya kepada wartawan di perpustakaan Daerah Sumut, jalan
Brigjen Katamso Medan, selasa ( 6/10 ).
Dia menambahkan computer yang telah disertai software JFW akan mampu
membantu pemakai computer karena computer tersebut dapat memberikan
berbicara atas apa yang kita lakukan terhadapny. “Dengan computer ini
para tunanetra juga bisa berinternetan, chating, facebook, mengirim
email dan lainnya,” terangnya.
Dua unit Komputer tersebut diserahkan oleh PertaminaRegional I Bina
Lingkungan Wilayah Sumut kepada BPADSU untuk digunakan bagi penyandang
cacat tunanetra.
Salah seorang penyandang cacat tunanetra, Dea, siswi kelas 9 SMP
Negri 2 Lubuk Pakam dari binaan Yayasan Tunanetra (Yapentra) Tanjung
Morawa merasa terharu atas pemberian bantuan computer Braille di
perpustakaan daerah Sumut yang dapat digunakan untuk tunanetra,”saya
minta pemerintah senantiasa terus memperhatikan pendidikan tunanetra
di Sumut karena dalam kehidupan sehari-hari terkadang masih terjadi
diskriminasi,” ucap cewek asal siantar sembari mengangis
terseduh-seduh.
Peningkatan SDM
Sementara itu, Koodinator Regional I Pertamina OK Khaidir Aswan
didampingi Asisten bina lingkungan Pertamina H Chairuddin pada
kesempatan itu mengatakan penyerahan bantuan komputerkhusus ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Sedangkan H Chairuddin menambahkan, Pertamina peduli peningkatan SDM
dan bina lingkungan ini akan tetap memperhatikan masyarakat terutama
bagi tunanetra di Sumut. Sehingga para tunanetra itu tidak terjadi
diskriminasi bagi siswa yang sehat jasmani dan rohaninya.
“Kita juga tetap memberikan bantuan pendidikan kepada siapapun dengan
mengajukan proposal kepada pertamina,”ujarnya.
Kepala BPAD Sumut Syaiful Syafri mengatakan, perpustakaan kini
menjadi tempat layanan untuk semua orang. Makanya, pelayanan yang
diberikan tidak hanya kepada mereka yang norma, tapi juga kepada
penyandang tunanetra.” Ini merupakan layanan pertama anak terbaik di
Indonesia yang menggunakan sarana dan fasilitas untuk pendidikan anak
cacat khususnya tunanetra di Medan dan Sumut,” katanya.
Dia berharap kedepan 500 penyandang tuna di Medan dan siswa-siswanya
mampu memanfaatkan computer untuk tunanetra dan BPAD Sumut juga siap
menjadi tempat pelatihan bagi siswa tunanetra untuk pelatihan
penggunaan computer sehingga mereka bisa internetan sebagaimana
pemustaka lainnya
Kamis, 20 Agustus 2009
Workshop Pengembangan dan Peningkatan ICT Bagi Tunanetra
Workshop Pengembangan dan Peningkatan ICT Bagi Tunanetra
Suryandaru, mitra-jaringan@yahoogroups.com
Thursday, August 20, 2009 9:01 PM
Tanggal 19 Agustus 2009 bertempat di ruang Borobudur 2 Hotel Graha Santika Semarang, Depkominfo bekerja sama dengan DPD PERTUNI Jateng mengadakan Workshop Pemgembangan dan Peningkatan ICT Bagi Tunanetra. Acara ini digagas oleh Depkominfo dalam upaya menggali informasi untuk pengembangan dan Peningkatan ICT bagi tunanetra sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan tunanetra.
Suryandaru,S.H
+6281325885858
ndarusurya@yahoo.co.id ; ndarusurya@gmail.com
HTTP://suryandar.blogspot.com
Suryandaru, mitra-jaringan@yahoogroups.com
Thursday, August 20, 2009 9:01 PM
Tanggal 19 Agustus 2009 bertempat di ruang Borobudur 2 Hotel Graha Santika Semarang, Depkominfo bekerja sama dengan DPD PERTUNI Jateng mengadakan Workshop Pemgembangan dan Peningkatan ICT Bagi Tunanetra. Acara ini digagas oleh Depkominfo dalam upaya menggali informasi untuk pengembangan dan Peningkatan ICT bagi tunanetra sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan tunanetra.
Suryandaru,S.H
+6281325885858
ndarusurya@yahoo.co.id ; ndarusurya@gmail.com
HTTP://suryandar.blogspot.com
Rabu, 05 Agustus 2009
TUNANETRA BELAJAR KOMPUTER
TUNANETRA BELAJAR KOMPUTER
( Waspada,Medan 31 Juli 2009 )
Medan, Persatuan Tunanetra Indonesia ( PERTUNI ) Sumut Menggelar
kegiatan rutin mingguan berupa pelatihan computer yang khusus
diperuntukkan bagi para tunanetra yang berlangsung setiap hari kamis
di jalan Sampul Medan.
Ketua DPD PERTUNI Sumut Lukman Hakim Harahap yang didampingi
sekretaris Chairul dalam, Senin (27/7), mengakui pelatihan itu sebagai
suatu terobosan baru yang dilaksanakan PERTUNI dalam upaya
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para anggotanya.
“Kami jelas beda dengan rekan-rekan yang memiliki kesempurnaan panca
indra, karena kami tidak bisa melihat maka pelatihan yang kami
terapkan adalah versi tunanetra yang tak bisa melihat namun mampu
menggunakan computer dan ponsel,” katanya yang saat itu langsung
mencoba kebolehannya menggunakan telepon selular untuk berbicara
dengan rekannya dari jarak jauh.
Menurut Harahap, peralatan computer yang digunakan untuk pelatihan
para anggotanya masih serba terbatas. Baru lima unit computer tanpa
printer yang tersedia, sehingga pelatihan harus dilaksanakan secara
bergilir dengan jam atau waktu yang berbeda.
“Dengan hanya lima unit computer itu, berarti lima orang yang bisa
mengikuti pelatihan dalam batasan dua jam satu session, atau 15 orang
untuk tiga session, yang berlangsung hanya sampai pukul 12.30,”
katanya seraya berharap perhatian dari Dinas Sosial Sumut ataupun
Medan.
( Waspada,Medan 31 Juli 2009 )
Medan, Persatuan Tunanetra Indonesia ( PERTUNI ) Sumut Menggelar
kegiatan rutin mingguan berupa pelatihan computer yang khusus
diperuntukkan bagi para tunanetra yang berlangsung setiap hari kamis
di jalan Sampul Medan.
Ketua DPD PERTUNI Sumut Lukman Hakim Harahap yang didampingi
sekretaris Chairul dalam, Senin (27/7), mengakui pelatihan itu sebagai
suatu terobosan baru yang dilaksanakan PERTUNI dalam upaya
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para anggotanya.
“Kami jelas beda dengan rekan-rekan yang memiliki kesempurnaan panca
indra, karena kami tidak bisa melihat maka pelatihan yang kami
terapkan adalah versi tunanetra yang tak bisa melihat namun mampu
menggunakan computer dan ponsel,” katanya yang saat itu langsung
mencoba kebolehannya menggunakan telepon selular untuk berbicara
dengan rekannya dari jarak jauh.
Menurut Harahap, peralatan computer yang digunakan untuk pelatihan
para anggotanya masih serba terbatas. Baru lima unit computer tanpa
printer yang tersedia, sehingga pelatihan harus dilaksanakan secara
bergilir dengan jam atau waktu yang berbeda.
“Dengan hanya lima unit computer itu, berarti lima orang yang bisa
mengikuti pelatihan dalam batasan dua jam satu session, atau 15 orang
untuk tiga session, yang berlangsung hanya sampai pukul 12.30,”
katanya seraya berharap perhatian dari Dinas Sosial Sumut ataupun
Medan.
Jumat, 03 Juli 2009
Tuna Netra Sampaikan Tujuh Rekomendasi ke Presiden
Tuna Netra Sampaikan Tujuh Rekomendasi ke Presiden
TEMPO Interaktif, Jum'at, 03 Juli 2009 | 19:44 WIB
Jakarta - Persatuan Tuna Netra Seluruh Indonesia (Pertuni) menilai perhatian terhadap penyandang cacat, khususnya tuna netra masih minim.
Ketua Umum Pertuni Didi Tarsidi menilai pemerintah masih menempatkan persoalan penyandang cacat pada skala prioritas yang rendah.
Menurutnya, penanganan ketunanetraan harus dilakukan secara lintas sektoral. Hal itu, kata dia, bukan hanya permasalahan departemen sosial. "Kami memohon
bimbingan Bapak Presiden agar berubah lebih baik," kata Didi saat Pertuni diterima di kediaman presiden di Puri Cikeas, Bogor, Jumat (03/06).
Didi menegaskan pendekatan penanganan terhadap penyandang tuna netra harus dengan pendekatan hak (right based) bukan dengan pendekatan charity. "Jadi,
bukan karena kami dikasihani tetapi karena kami berhak," katanya.
Pertuni juga meminta pemerintah mempercepat proses ratifikasi konvensi PBB tentang penyandang cacat.
Dalam kesempatan tersebut, Pertuni juga menyampaikan tujuh rekomendasi hasi Munas ke VII kepada presiden. Rekomendasi tersebut, Pertama, persamaan hak
dalam memperoleh kesempatan pendidikan, termasuk di lembaga pendidikan umum. kedua, persamaan hak dalam memperoleh layanan publik.
Ketiga, Pertuni meminta agat penyandang tuna netra juga diberikan akses untuk memperoleh informasi dan komunikasi. Keempat, kesempatan kerja pada semua
bidang baik lewat jalur khusus, kuota dan pasar terbuka. Kelima, advokasi dan mencegah peraturan perundangan yang diskriminatif. Keenam, meningkatkan kesadaran
masyarakat akan hak-hak orang tuna sebagai warga negara dan terakhir membangun pertuni menjadi organisasi yang demokratis dan berdaya.
Pertuni berharap ketujuh rekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Pertuni merupakan organisasi kemasyarakatan yang terdaftar di Depdagri. Pertuni mempunya 27 pengurus daerah dengan 156 cabang dengan sekitar 2 juta anggota.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima laporan Pertuni segera menginsturksikan kepada sekertaris kabinet Sudi Silalahi agar mengagendakan sidang
kabinet untuk segera menindaklanjuti apa yang diharapkan oleh Pertuni setelah 8 Juli.
"Kita ingin memastikan bahwa pemerintah bisa meningkatkan bantuan dan dukungan kepada keluarga besar Pertuni," katanya saat memberikan sambutan.
Ia pun sepakat persoalan penyandang cacat harus ditangani secara lintas sektoral. Untuk itu, selain departemen sosial, Ia juga menginstruksikan departemen
pendidikan, agama dan tenaga kerja untuk membahasnya dalam rapat kabinet nanti.
Presiden menyatakan pemerintah sesungguhnya terus berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk diantaranya penyandang cacat. Pemerintah, kata Presiden,
tengah merumuskan bantuan yang permanen dan tidak situasional bagi penyandang cacat.
Sementara, terkait konvensi PBB menyangkut hak penyandang cacat pemerintah berkomitmen untuk mendorong agar segera diselesaikan.
GUNANTO E S
TEMPO Interaktif, Jum'at, 03 Juli 2009 | 19:44 WIB
Jakarta - Persatuan Tuna Netra Seluruh Indonesia (Pertuni) menilai perhatian terhadap penyandang cacat, khususnya tuna netra masih minim.
Ketua Umum Pertuni Didi Tarsidi menilai pemerintah masih menempatkan persoalan penyandang cacat pada skala prioritas yang rendah.
Menurutnya, penanganan ketunanetraan harus dilakukan secara lintas sektoral. Hal itu, kata dia, bukan hanya permasalahan departemen sosial. "Kami memohon
bimbingan Bapak Presiden agar berubah lebih baik," kata Didi saat Pertuni diterima di kediaman presiden di Puri Cikeas, Bogor, Jumat (03/06).
Didi menegaskan pendekatan penanganan terhadap penyandang tuna netra harus dengan pendekatan hak (right based) bukan dengan pendekatan charity. "Jadi,
bukan karena kami dikasihani tetapi karena kami berhak," katanya.
Pertuni juga meminta pemerintah mempercepat proses ratifikasi konvensi PBB tentang penyandang cacat.
Dalam kesempatan tersebut, Pertuni juga menyampaikan tujuh rekomendasi hasi Munas ke VII kepada presiden. Rekomendasi tersebut, Pertama, persamaan hak
dalam memperoleh kesempatan pendidikan, termasuk di lembaga pendidikan umum. kedua, persamaan hak dalam memperoleh layanan publik.
Ketiga, Pertuni meminta agat penyandang tuna netra juga diberikan akses untuk memperoleh informasi dan komunikasi. Keempat, kesempatan kerja pada semua
bidang baik lewat jalur khusus, kuota dan pasar terbuka. Kelima, advokasi dan mencegah peraturan perundangan yang diskriminatif. Keenam, meningkatkan kesadaran
masyarakat akan hak-hak orang tuna sebagai warga negara dan terakhir membangun pertuni menjadi organisasi yang demokratis dan berdaya.
Pertuni berharap ketujuh rekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Pertuni merupakan organisasi kemasyarakatan yang terdaftar di Depdagri. Pertuni mempunya 27 pengurus daerah dengan 156 cabang dengan sekitar 2 juta anggota.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima laporan Pertuni segera menginsturksikan kepada sekertaris kabinet Sudi Silalahi agar mengagendakan sidang
kabinet untuk segera menindaklanjuti apa yang diharapkan oleh Pertuni setelah 8 Juli.
"Kita ingin memastikan bahwa pemerintah bisa meningkatkan bantuan dan dukungan kepada keluarga besar Pertuni," katanya saat memberikan sambutan.
Ia pun sepakat persoalan penyandang cacat harus ditangani secara lintas sektoral. Untuk itu, selain departemen sosial, Ia juga menginstruksikan departemen
pendidikan, agama dan tenaga kerja untuk membahasnya dalam rapat kabinet nanti.
Presiden menyatakan pemerintah sesungguhnya terus berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk diantaranya penyandang cacat. Pemerintah, kata Presiden,
tengah merumuskan bantuan yang permanen dan tidak situasional bagi penyandang cacat.
Sementara, terkait konvensi PBB menyangkut hak penyandang cacat pemerintah berkomitmen untuk mendorong agar segera diselesaikan.
GUNANTO E S
Minggu, 28 Juni 2009
JK: Tunanetra bisa seperti Stevie Wonder
JK: Tunanetra bisa seperti Stevie Wonder
WASPADA ONLINE, Monday, 22 June 2009 14:22 WIB
JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung upaya penghapusan diskriminasi terhadap penyandang tunanetra. Menurut JK, tunanetra mempunyai kebutuhan dasar yang layak seperti warga negara lainnya.
"Stevie Wonder salah satu tunanetra yang bisa berkarya. Gubernur New York juga ia penyandang tunanetra. Saya harap Indonesia juga bisa berkarya, meski ada kekurangan jangan jadi hambatan," kata JK dalam sambutan Munas ke VII Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Pondok Gede, Jakarta, hari ini.
Suami Mufidah Jusuf Kalla ini menambahkan para tunanetra harus mandiri menjalani hidup. Mereka punya potensi yang besar dan membanggakan.
"Tidak ada diskriminasi tunanetra. Karena mereka penting untuk memajukan kehidupan. Saya berharap justru mereka diberi kesempatan untuk hidup seperti orang lainnya," ungkap capres nomor 3 ini.
Oleh karena itu, lanjutnya, pendidikan adalah kunci kemajuan bagi tunanetra. Ke depan tunanetra dan pemerintah akan membangun sarana pendidikan agar lebih baik.
"Saya mendukung kemajuan Pertuni untuk memperjuangkan hak-haknya, agar tidak ada lagi diskriminasi di kalangan Indonesia. Tunanetra adalah bagian dari anggota masyarakat yang punya kebutuhan dasar yang sama, baik pendidikan, kesehatan, dan lainnya," pungkas.
(dat03/inilah)
WASPADA ONLINE, Monday, 22 June 2009 14:22 WIB
JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung upaya penghapusan diskriminasi terhadap penyandang tunanetra. Menurut JK, tunanetra mempunyai kebutuhan dasar yang layak seperti warga negara lainnya.
"Stevie Wonder salah satu tunanetra yang bisa berkarya. Gubernur New York juga ia penyandang tunanetra. Saya harap Indonesia juga bisa berkarya, meski ada kekurangan jangan jadi hambatan," kata JK dalam sambutan Munas ke VII Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Pondok Gede, Jakarta, hari ini.
Suami Mufidah Jusuf Kalla ini menambahkan para tunanetra harus mandiri menjalani hidup. Mereka punya potensi yang besar dan membanggakan.
"Tidak ada diskriminasi tunanetra. Karena mereka penting untuk memajukan kehidupan. Saya berharap justru mereka diberi kesempatan untuk hidup seperti orang lainnya," ungkap capres nomor 3 ini.
Oleh karena itu, lanjutnya, pendidikan adalah kunci kemajuan bagi tunanetra. Ke depan tunanetra dan pemerintah akan membangun sarana pendidikan agar lebih baik.
"Saya mendukung kemajuan Pertuni untuk memperjuangkan hak-haknya, agar tidak ada lagi diskriminasi di kalangan Indonesia. Tunanetra adalah bagian dari anggota masyarakat yang punya kebutuhan dasar yang sama, baik pendidikan, kesehatan, dan lainnya," pungkas.
(dat03/inilah)
Jumat, 26 Juni 2009
JK Buka Munas Persatuan Tuna Netra Indonesia
JK Buka Munas Persatuan Tunanetra Indonesia
Ketua Tunanetra: Lebih Cepat Lebih Baik
Penyandang cacat ingin pemerintah cepat meratifikasi Konvensi Internasional.
VIVAnews - Senin, 22 Juni 2009, 12:47 WIB - Ismoko Widjaya, Bayu Galih
Wakil Pemerintah harus tetap memperhatikan akses publik dan fasilitas untuk tunanetra. Tunanetra juga punya kesempatan yang sama di berbagai bidang. Salah satunya adalah hak untuk dapat mendapatkan pendidikan umum.
"Masih ada yang menganggap tunanetra perlu pendidikan khusus. Tapi tunanetra juga bisa mendapatkan pendidikan umum," kata Jusuf Kalla (JK) saat membuka Musyawarah Nasional VII, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 22 Juni 2009.
Saat ini, kata JK, tidak ada maksud sengaja bagi masyarakat untuk diskriminasi. "Karena itu perlu sosialisasi tentang hak-hak tunanetra," ujar JK.
JK juga mengharapkan para penyandang tunanetra dapat meneladani penyandang cacat yang telah berhasil. Beberapa nama kemudian disebut Kalla, antara lain Stevie Wonder, bekas menteri pendidikan Mesir Thoha Husein.
"Yang terpenting, di Indonesia kita pernah memiliki presiden yang kurang memiliki penglihatan," kata JK.
Ketua Umum Pertuni, Didi Tarsidi, mengatakan diskriminasi masih dirasakan penyandang tunanetra. Karena itu Pertuni ingin pemerintah cepat melakukan ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Penyandang Cacat. akhir. "Lebih cepat lebih baik," kata Didi yang langsung disambut riuh para audiens yang hadir.
ismoko.widjaya@vivanews.com
Ketua Tunanetra: Lebih Cepat Lebih Baik
Penyandang cacat ingin pemerintah cepat meratifikasi Konvensi Internasional.
VIVAnews - Senin, 22 Juni 2009, 12:47 WIB - Ismoko Widjaya, Bayu Galih
Wakil Pemerintah harus tetap memperhatikan akses publik dan fasilitas untuk tunanetra. Tunanetra juga punya kesempatan yang sama di berbagai bidang. Salah satunya adalah hak untuk dapat mendapatkan pendidikan umum.
"Masih ada yang menganggap tunanetra perlu pendidikan khusus. Tapi tunanetra juga bisa mendapatkan pendidikan umum," kata Jusuf Kalla (JK) saat membuka Musyawarah Nasional VII, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 22 Juni 2009.
Saat ini, kata JK, tidak ada maksud sengaja bagi masyarakat untuk diskriminasi. "Karena itu perlu sosialisasi tentang hak-hak tunanetra," ujar JK.
JK juga mengharapkan para penyandang tunanetra dapat meneladani penyandang cacat yang telah berhasil. Beberapa nama kemudian disebut Kalla, antara lain Stevie Wonder, bekas menteri pendidikan Mesir Thoha Husein.
"Yang terpenting, di Indonesia kita pernah memiliki presiden yang kurang memiliki penglihatan," kata JK.
Ketua Umum Pertuni, Didi Tarsidi, mengatakan diskriminasi masih dirasakan penyandang tunanetra. Karena itu Pertuni ingin pemerintah cepat melakukan ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Penyandang Cacat. akhir. "Lebih cepat lebih baik," kata Didi yang langsung disambut riuh para audiens yang hadir.
ismoko.widjaya@vivanews.com
Kamis, 11 Juni 2009
Din Minta Maaf ke Pertuni
Din Minta Maaf ke Pertuni
Jun 10, 2009 at 18:38 Jakarta, http://matanews.com
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, pemerintah harus memperhatikan kaum tuna netra karena selama ini perhatian terhadap penyandang cacat masih belum maksimal. Masyarakat tuna netra juga dianggap masih kesulitan untuk memperoleh hak yang sama dengan masyarakat yang normal, sehingga mereka tersisihkan.
“Sesuai amanat UUD 1945, pemerintah harus mengatasi permasalahan yang menimpa masyarakat tuna netra,” kata Din Syamsuddin dalam acara Sarasehen “Peduli Kaum Tuna Netra” yang diselenggarakan Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu.
Ia mencontohkan, masalah pendidikan juga sering menjadi kendala bagi mahasiswa tuna netra yang akan masuk ke perguruan tinggi, sehingga banyak sekali mereka yang tidak bisa masuk ke perguruan tinggi karena adanya diskriminasi dari pihak perguruan tinggi tersebut. “Kaum tuna netra juga banyak yang kesulitan untuk memperoleh pekerjaan, sehingga mereka banyak yang menganggur dan hanya mengandalkan keterampilan yang dimilikinya,” tuturnya.
Selain itu, aksesibilitas bagi kaum tuna netra juga masih minim serta belum adanya masjid khusus yang digunakan oleh kaum tuna netra. “Pemerintah harus segera mengatasi hal ini, sehingga mereka juga bisa memperoleh hak yang sama dengan masyarakat normal lainnya,” tuturnya.(*z/a)
Jun 10, 2009 at 18:38 Jakarta, http://matanews.com
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, pemerintah harus memperhatikan kaum tuna netra karena selama ini perhatian terhadap penyandang cacat masih belum maksimal. Masyarakat tuna netra juga dianggap masih kesulitan untuk memperoleh hak yang sama dengan masyarakat yang normal, sehingga mereka tersisihkan.
“Sesuai amanat UUD 1945, pemerintah harus mengatasi permasalahan yang menimpa masyarakat tuna netra,” kata Din Syamsuddin dalam acara Sarasehen “Peduli Kaum Tuna Netra” yang diselenggarakan Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu.
Ia mencontohkan, masalah pendidikan juga sering menjadi kendala bagi mahasiswa tuna netra yang akan masuk ke perguruan tinggi, sehingga banyak sekali mereka yang tidak bisa masuk ke perguruan tinggi karena adanya diskriminasi dari pihak perguruan tinggi tersebut. “Kaum tuna netra juga banyak yang kesulitan untuk memperoleh pekerjaan, sehingga mereka banyak yang menganggur dan hanya mengandalkan keterampilan yang dimilikinya,” tuturnya.
Selain itu, aksesibilitas bagi kaum tuna netra juga masih minim serta belum adanya masjid khusus yang digunakan oleh kaum tuna netra. “Pemerintah harus segera mengatasi hal ini, sehingga mereka juga bisa memperoleh hak yang sama dengan masyarakat normal lainnya,” tuturnya.(*z/a)
Selasa, 09 Juni 2009
Pemenang Lomba Mengarang Esai Braille Tingkat Nasional Indonesia
Pemenang Lomba Mengarang Esai Braille Tingkat Nasional Indonesia
Panitia Seleksi Onkyo Nasional Indonesia telah menetapkan karya-karya terbaik untuk diikutsertakan pada lomba mengarang esai Braille tingkat Asia-Pasifik.
Dari 7 esai yang masuk, Tim Juri menilai bahwa hanya ada tiga karya yang memenuhi kriteria untuk dilombakan pada tingkat Asia-Pasifik.
Ketiga esai itu adalah:
1. Variasi Kekayaan melalui Braille dan Buku-buku Audio oleh Tantri Maharani, Surabaya
2. Pelita Ilmu bagi Sang Gelap oleh Tutus Setiawan, Surabaya
3. Menyentuh Titik-titik Harapan oleh Atung Yuniarto, Surabaya
Ketiga peserta tersebut termasuk Kelompok B (usia 26 ke atas).
Tim juri terdiri dari:
a. Wacih Kurnaesih, S.Pd.
b. Y. Tri Bagio, M.Pd.
c. Yuniati, S.Pd.
Pemenang tingkat Asia-Pasifik akan diumumkan pada akhir Oktober 2009.
Panitia Seleksi Onkyo Nasional Indonesia telah menetapkan karya-karya terbaik untuk diikutsertakan pada lomba mengarang esai Braille tingkat Asia-Pasifik.
Dari 7 esai yang masuk, Tim Juri menilai bahwa hanya ada tiga karya yang memenuhi kriteria untuk dilombakan pada tingkat Asia-Pasifik.
Ketiga esai itu adalah:
1. Variasi Kekayaan melalui Braille dan Buku-buku Audio oleh Tantri Maharani, Surabaya
2. Pelita Ilmu bagi Sang Gelap oleh Tutus Setiawan, Surabaya
3. Menyentuh Titik-titik Harapan oleh Atung Yuniarto, Surabaya
Ketiga peserta tersebut termasuk Kelompok B (usia 26 ke atas).
Tim juri terdiri dari:
a. Wacih Kurnaesih, S.Pd.
b. Y. Tri Bagio, M.Pd.
c. Yuniati, S.Pd.
Pemenang tingkat Asia-Pasifik akan diumumkan pada akhir Oktober 2009.
Sabtu, 06 Juni 2009
Musyawarah Nasional (Munas) VII Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni)
Musyawarah Nasional (Munas) VII Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) akan diselenggarakan pada tanggal 21-25 Juni 2009 di
Wisma Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur
Bagi Pertuni Daerah dan Cabang yang belum menerima undangan, silakan memberi tahu
Panitia Munas,
DPP Pertuni,
Jl. Raya Bogor km.19,
Ruko Blok Q No. 13-L
Kramat Jati
Jakarta Timur 13510
Telp. 8005480,
Fax : 8013402
Email: pertuni_dpp@yahoo.co.id
Atau silakan menghubungi Sdr. M. Ilham (Iis), 081808513575.
Materi Munas dapat di-download dari:
www.tarsidi.com/MateriMunas7.zip
Wisma Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur
Bagi Pertuni Daerah dan Cabang yang belum menerima undangan, silakan memberi tahu
Panitia Munas,
DPP Pertuni,
Jl. Raya Bogor km.19,
Ruko Blok Q No. 13-L
Kramat Jati
Jakarta Timur 13510
Telp. 8005480,
Fax : 8013402
Email: pertuni_dpp@yahoo.co.id
Atau silakan menghubungi Sdr. M. Ilham (Iis), 081808513575.
Materi Munas dapat di-download dari:
www.tarsidi.com/MateriMunas7.zip
Sabtu, 30 Mei 2009
Tur Haryanto, Tunanetra, Caleg DPRD Bantul
Tur, (warga RT 1 Gadingharjo, Sanden, Bantul adalah caleg PAN nomor urut 7 dari daerah pemilihan (dapil) 5 di Bantul. Dia mendapat 3.200 suara dari total
jumlah suara yang diraih PAN di dapil 5 Bantul, yakni 15.920 suara. Tur sekarang adalah Direktur Jaringan Peduli Rakyat (Japera)-LSM yang bergerak di bidang
sosial kemasyarakatan.
Lelaki kelahiran Bantul, 26 Agustus 1969 ini mendapat gelar sarjana hukum dari Universitas Widya Mataram Yogyakarta tahun 1991. Ia lantas mengambil program
notariat di UGM. Semasa muda, dia aktif di sejumlah LSM. Namun, sejak jadi mahasiswa hingga tahun 2006 lalu, ia masih menyandang profesi sebagai petani
bawang merah. Tur awalnya bisa melihat. Namun, saat berusia 11 tahun tak sengaja matanya tertimpa pintu kayu jati. Sejak saat itu penglihatannya kabur
dan akhirnya buta.
PRA
Sumber: http://m.kompas.com
jumlah suara yang diraih PAN di dapil 5 Bantul, yakni 15.920 suara. Tur sekarang adalah Direktur Jaringan Peduli Rakyat (Japera)-LSM yang bergerak di bidang
sosial kemasyarakatan.
Lelaki kelahiran Bantul, 26 Agustus 1969 ini mendapat gelar sarjana hukum dari Universitas Widya Mataram Yogyakarta tahun 1991. Ia lantas mengambil program
notariat di UGM. Semasa muda, dia aktif di sejumlah LSM. Namun, sejak jadi mahasiswa hingga tahun 2006 lalu, ia masih menyandang profesi sebagai petani
bawang merah. Tur awalnya bisa melihat. Namun, saat berusia 11 tahun tak sengaja matanya tertimpa pintu kayu jati. Sejak saat itu penglihatannya kabur
dan akhirnya buta.
PRA
Sumber: http://m.kompas.com
Rabu, 20 Mei 2009
The Dream Stick: Tongkat Pintar untuk Tunanetra - Karya Yossi dan Aqsa
Medali Para Ilmuwan Belia
Pelajar Indonesia merebut perak pada olimpiade sains di Turki. Di Bangkok, delapan pelajar Indonesia sukses membawa delapan medali.
GAGAL di negeri sendiri, tapi menuai prestasi mengkilap di negeri orang. Inilah yang dialami pasangan kreator belia asal Kota Lumpia, Yossi Amiko Subagia dan Aqsa Aditya Gunadarma. Kedua siswa SMA Semesta Semarang itu tak berhasil menyabet medali pada Indonesian Science Project Olympiad yang digelar di Jakarta pertengahan Maret lalu.
”Kami hanya memperoleh penghargaan,” kata Yossi tentang ajang seleksi inovasi siswa yang akan dilombakan di olimpiade Asia dan dunia itu.
Sebulan berselang, karya yang hanya memperoleh penghargaan itu justru membuat keduanya menerima kalungan medali perak di podium kehormatan ajang Dreamline Project Olympiad di Ankara, Turki. The dream stick alias tongkat pintar untuk penyandang tunanetra karya Yossi dan Aqsa menyi–sihkan hampir 4.000 siswa dari 28 negara yang berlaga di negeri Selat Bosporus itu. Inovasi Yossi dan Aqsa hanya kalah oleh kendaraan operasi jarak jauh temuan tiga siswa asal Rumania.
Berbeda dengan karya anak-anak Rumania yang rumit dan memerlukan material berbasis teknologi canggih dan mahal, temuan Yossi boleh dibilang amat sederhana: sebuah tongkat yang terbuat dari pipa plastik—yang biasa digunakan untuk saluran air—dengan sedikit lengkungan sebagai gagangnya. ”Satu tongkat bisa dibuat dengan belanja material Rp 250 ribu,” kata Yossi. Ia mengatakan justru karena sederhana itulah tongkat pintar menyabet medali—karena mudah diproduksi secara massal.
Menurut Aqsa, ide temuan sederhana ini muncul karena ia sering melihat orang buta kesulitan melangkah, apalagi menempuh jarak jauh sendirian. Mereka lebih banyak bergantung pada bimbingan orang lain atau anjing. Data Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penyandang tunanetra di Tanah Air sekitar tiga juta orang. Ini merupakan yang terbesar di Asia dan nomor tiga di dunia. ”Kalau bisa menemukan alat yang membantu mereka, ini merupakan sebuah sumbangan besar,” kata Aqsa.
Sesuai dengan sebutannya, tongkat pintar ini bertujuan mendukung tunanetra lebih banyak melakukan kegiatan secara mandiri. Ide dasar karya ini adalah pemanfaatan sensor ultrasonik untuk mendeteksi benda yang berada di sekitarnya dalam jarak satu hingga dua meter. Dengan memasang alat sensor itu pada tongkat, penyandang tunanetra mendapatkan informasi ihwal keberadaan benda yang bisa menghalangi langkahnya. Walhasil, pengguna tongkat bisa melangkah lebih cepat dan aman.
Cara kerja tongkat ini sederhana saja. Dalam posisi sakelar ”on”, sensor yang melekat pada tongkat akan mengeluarkan gelombang ultrasonik ke arah depan. Bila ada benda di depannya, gelombang akan memantul kembali ke sensor. Selanjutnya, sensor akan mengirimkan gelombang pantulan itu ke pusat kontrol sistem. Di pusat kontrol ini, gelombang itu diolah dan diubah menjadi isyarat dalam bentuk bunyi atau getar–an, mirip telepon seluler. Isyarat inilah yang akan menjadi panduan pengguna tongkat.
Isyarat bunyi keluar dari panel sirene kecil, sedangkan isyarat getar akan disampaikan oleh komponen penggetar yang diambil dari stik PlayStation. Jika ada benda di depan tongkat pada jarak maksimal satu setengah meter, sirene berbunyi ”tiiit… tiiit… tiiit…” seperti suara truk sedang mundur. Makin dekat jarak benda tersebut, makin cepat pula suara sirene atau makin kuat getarannya. Cara kerjanya mirip dengan sensor parkir pada mobil. Tongkat ini bekerja dengan baterai 12 volt yang bisa diisi ulang.
Satu lagi keunggulannya, teknologi tongkat pintar ini mudah dipelajari, bahkan oleh orang awam sekalipun. Material dan komponen yang diguna–kan dapat dibeli di toko-toko elektro–nik. Pendek kata, tukang reparasi elektronik pinggir jalan pun, kalau sudah melihat alat ini, dapat meniru seketika. ”Kuncinya adalah menghubungkan sensor dengan kontrol sistem sehingga bisa mengirim informasi kepada penggunanya,” kata Yossi. Nah, ”Yang mahal adalah belajar teori dan ketelaten–annya,” kata Aqsa.
Kedua remaja peneliti ini mengaku tak menemukan kesulitan berarti untuk membuat tongkat yang dilombakan itu. Desain tongkat hanya mengalami pembongkaran sekali, karena sebelumnya mereka menggunakan sistem kontrol digital. Padahal komponen ini agak sulit ditemukan di toko elektronik. Untuk mempermudah pembuatan secara massal, sistem kontrol diganti dengan jenis analog dan manual. Pada pengembangan selanjutnya, tongkat tak harus dibuat dengan pipa plastik, tapi bisa dengan besi atau kayu.
Demikian mudah dan sederhana, riset dan pembuatan tongkat itu cuma memakan tiga bulan. Hobi kedua anak itu pun sangat membantu pembuatan tongkat. ”Kami senang mengutak-atik alat elektronik dan main game,” kata Yossi. Karena hobi game ini, Yossi menggunakan peranti getar stik PlayStation untuk tongkatnya. Oktem Saidov, guru Fisika SMA Semesta yang menjadi pembim–bing kedua anak itu, mengatakan siswa di sekolahnya memang biasa melakukan riset dan rekayasa teknologi.
Raihan medali perak ini cukup membuat duet Yossi-Aqsa bungah, meski mereka harus bermodal ongkos sendiri—dari tiket pulang-pergi sampai akomodasi di sana—Rp 23 juta dan cuma me–ngantongi hadiah US$ 350 atau Rp 3,6 juta. ”Karena kami mewakili Indonesia di pentas dunia,” kata mereka. Kepala Sekolah SMA Semesta Mohammad Harris pun ikut bangga dengan keberhasilan anak didiknya itu. ”Kemampuan di bidang ilmu pasti memang kami tekankan pada para siswa. Jika ingin memiliki prestasi dunia, harus menguasai ilmu pasti,” katanya.
Kebanggaan yang sama menyelimuti Tim Olimpiade Fisika Indonesia yang dua pekan lalu kembali ke Tanah Air. Tim yang beranggotakan delapan siswa SMA dari berbagai daerah itu menyabet dua medali emas pada ajang Asian Physics Olympiad ke-10 di Bangkok, Thailand, 24 April-2 Mei lalu. Selain mendapat emas, tim ini mengumpulkan empat perak dan dua perunggu. ”Berarti semua anggota tim pulang dengan membawa medali,” kata Hendra Kwee, pembimbing Tim Olimpiade.
Yang juga membuat bangga tim ini adalah keberhasilan salah satu anggotanya, Winson Tanputraman, menjadi peserta dengan nilai eksperimen tertinggi, yaitu 17,90 dari skala 20,00. Hendra mengatakan Winson, yang masih duduk di kelas II SMAK 1 BPK Pe–nabur, Jakarta, memang sudah dijagokan bakal merebut emas. ”Dia sudah berpengalaman pada kejuaraan sebelumnya,” katanya. Adapun anggota tim lainnya baru pertama kali mengikuti olimpiade itu, ”Jadi masih grogi dan ada tekanan.”
Berbeda dengan pertandingan olahraga, olimpiade fisika hanya melombakan satu soal teori dan praktek untuk semua peserta. Soal teori diberi bobot nilai 30, sedangkan praktek 20. Juri memutuskan peserta yang mengumpulkan nilai minimal 42 akan mendapat emas. Pada kejuaraan kali ini, sebanyak 22 peserta berhasil merebut emas. Selain Indonesia, Thailand merebut lima emas, Cina Taipei tujuh, dan sisanya menjadi milik Cina. ”Cina memang selalu dominan,” kata Hendra.
Adek Media, Sohirin (Semarang)
Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/05/18/ILT/mbm.20090518.ILT130312.id.html
Pelajar Indonesia merebut perak pada olimpiade sains di Turki. Di Bangkok, delapan pelajar Indonesia sukses membawa delapan medali.
GAGAL di negeri sendiri, tapi menuai prestasi mengkilap di negeri orang. Inilah yang dialami pasangan kreator belia asal Kota Lumpia, Yossi Amiko Subagia dan Aqsa Aditya Gunadarma. Kedua siswa SMA Semesta Semarang itu tak berhasil menyabet medali pada Indonesian Science Project Olympiad yang digelar di Jakarta pertengahan Maret lalu.
”Kami hanya memperoleh penghargaan,” kata Yossi tentang ajang seleksi inovasi siswa yang akan dilombakan di olimpiade Asia dan dunia itu.
Sebulan berselang, karya yang hanya memperoleh penghargaan itu justru membuat keduanya menerima kalungan medali perak di podium kehormatan ajang Dreamline Project Olympiad di Ankara, Turki. The dream stick alias tongkat pintar untuk penyandang tunanetra karya Yossi dan Aqsa menyi–sihkan hampir 4.000 siswa dari 28 negara yang berlaga di negeri Selat Bosporus itu. Inovasi Yossi dan Aqsa hanya kalah oleh kendaraan operasi jarak jauh temuan tiga siswa asal Rumania.
Berbeda dengan karya anak-anak Rumania yang rumit dan memerlukan material berbasis teknologi canggih dan mahal, temuan Yossi boleh dibilang amat sederhana: sebuah tongkat yang terbuat dari pipa plastik—yang biasa digunakan untuk saluran air—dengan sedikit lengkungan sebagai gagangnya. ”Satu tongkat bisa dibuat dengan belanja material Rp 250 ribu,” kata Yossi. Ia mengatakan justru karena sederhana itulah tongkat pintar menyabet medali—karena mudah diproduksi secara massal.
Menurut Aqsa, ide temuan sederhana ini muncul karena ia sering melihat orang buta kesulitan melangkah, apalagi menempuh jarak jauh sendirian. Mereka lebih banyak bergantung pada bimbingan orang lain atau anjing. Data Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penyandang tunanetra di Tanah Air sekitar tiga juta orang. Ini merupakan yang terbesar di Asia dan nomor tiga di dunia. ”Kalau bisa menemukan alat yang membantu mereka, ini merupakan sebuah sumbangan besar,” kata Aqsa.
Sesuai dengan sebutannya, tongkat pintar ini bertujuan mendukung tunanetra lebih banyak melakukan kegiatan secara mandiri. Ide dasar karya ini adalah pemanfaatan sensor ultrasonik untuk mendeteksi benda yang berada di sekitarnya dalam jarak satu hingga dua meter. Dengan memasang alat sensor itu pada tongkat, penyandang tunanetra mendapatkan informasi ihwal keberadaan benda yang bisa menghalangi langkahnya. Walhasil, pengguna tongkat bisa melangkah lebih cepat dan aman.
Cara kerja tongkat ini sederhana saja. Dalam posisi sakelar ”on”, sensor yang melekat pada tongkat akan mengeluarkan gelombang ultrasonik ke arah depan. Bila ada benda di depannya, gelombang akan memantul kembali ke sensor. Selanjutnya, sensor akan mengirimkan gelombang pantulan itu ke pusat kontrol sistem. Di pusat kontrol ini, gelombang itu diolah dan diubah menjadi isyarat dalam bentuk bunyi atau getar–an, mirip telepon seluler. Isyarat inilah yang akan menjadi panduan pengguna tongkat.
Isyarat bunyi keluar dari panel sirene kecil, sedangkan isyarat getar akan disampaikan oleh komponen penggetar yang diambil dari stik PlayStation. Jika ada benda di depan tongkat pada jarak maksimal satu setengah meter, sirene berbunyi ”tiiit… tiiit… tiiit…” seperti suara truk sedang mundur. Makin dekat jarak benda tersebut, makin cepat pula suara sirene atau makin kuat getarannya. Cara kerjanya mirip dengan sensor parkir pada mobil. Tongkat ini bekerja dengan baterai 12 volt yang bisa diisi ulang.
Satu lagi keunggulannya, teknologi tongkat pintar ini mudah dipelajari, bahkan oleh orang awam sekalipun. Material dan komponen yang diguna–kan dapat dibeli di toko-toko elektro–nik. Pendek kata, tukang reparasi elektronik pinggir jalan pun, kalau sudah melihat alat ini, dapat meniru seketika. ”Kuncinya adalah menghubungkan sensor dengan kontrol sistem sehingga bisa mengirim informasi kepada penggunanya,” kata Yossi. Nah, ”Yang mahal adalah belajar teori dan ketelaten–annya,” kata Aqsa.
Kedua remaja peneliti ini mengaku tak menemukan kesulitan berarti untuk membuat tongkat yang dilombakan itu. Desain tongkat hanya mengalami pembongkaran sekali, karena sebelumnya mereka menggunakan sistem kontrol digital. Padahal komponen ini agak sulit ditemukan di toko elektronik. Untuk mempermudah pembuatan secara massal, sistem kontrol diganti dengan jenis analog dan manual. Pada pengembangan selanjutnya, tongkat tak harus dibuat dengan pipa plastik, tapi bisa dengan besi atau kayu.
Demikian mudah dan sederhana, riset dan pembuatan tongkat itu cuma memakan tiga bulan. Hobi kedua anak itu pun sangat membantu pembuatan tongkat. ”Kami senang mengutak-atik alat elektronik dan main game,” kata Yossi. Karena hobi game ini, Yossi menggunakan peranti getar stik PlayStation untuk tongkatnya. Oktem Saidov, guru Fisika SMA Semesta yang menjadi pembim–bing kedua anak itu, mengatakan siswa di sekolahnya memang biasa melakukan riset dan rekayasa teknologi.
Raihan medali perak ini cukup membuat duet Yossi-Aqsa bungah, meski mereka harus bermodal ongkos sendiri—dari tiket pulang-pergi sampai akomodasi di sana—Rp 23 juta dan cuma me–ngantongi hadiah US$ 350 atau Rp 3,6 juta. ”Karena kami mewakili Indonesia di pentas dunia,” kata mereka. Kepala Sekolah SMA Semesta Mohammad Harris pun ikut bangga dengan keberhasilan anak didiknya itu. ”Kemampuan di bidang ilmu pasti memang kami tekankan pada para siswa. Jika ingin memiliki prestasi dunia, harus menguasai ilmu pasti,” katanya.
Kebanggaan yang sama menyelimuti Tim Olimpiade Fisika Indonesia yang dua pekan lalu kembali ke Tanah Air. Tim yang beranggotakan delapan siswa SMA dari berbagai daerah itu menyabet dua medali emas pada ajang Asian Physics Olympiad ke-10 di Bangkok, Thailand, 24 April-2 Mei lalu. Selain mendapat emas, tim ini mengumpulkan empat perak dan dua perunggu. ”Berarti semua anggota tim pulang dengan membawa medali,” kata Hendra Kwee, pembimbing Tim Olimpiade.
Yang juga membuat bangga tim ini adalah keberhasilan salah satu anggotanya, Winson Tanputraman, menjadi peserta dengan nilai eksperimen tertinggi, yaitu 17,90 dari skala 20,00. Hendra mengatakan Winson, yang masih duduk di kelas II SMAK 1 BPK Pe–nabur, Jakarta, memang sudah dijagokan bakal merebut emas. ”Dia sudah berpengalaman pada kejuaraan sebelumnya,” katanya. Adapun anggota tim lainnya baru pertama kali mengikuti olimpiade itu, ”Jadi masih grogi dan ada tekanan.”
Berbeda dengan pertandingan olahraga, olimpiade fisika hanya melombakan satu soal teori dan praktek untuk semua peserta. Soal teori diberi bobot nilai 30, sedangkan praktek 20. Juri memutuskan peserta yang mengumpulkan nilai minimal 42 akan mendapat emas. Pada kejuaraan kali ini, sebanyak 22 peserta berhasil merebut emas. Selain Indonesia, Thailand merebut lima emas, Cina Taipei tujuh, dan sisanya menjadi milik Cina. ”Cina memang selalu dominan,” kata Hendra.
Adek Media, Sohirin (Semarang)
Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/05/18/ILT/mbm.20090518.ILT130312.id.html
Selasa, 21 April 2009
Caleg Tunanetra Lolos Jadi Anggota DPRD Bantul
BANTUL - Prestasi cukup membanggakan berhasil ditorehkan Gus Tur alias Tur Haryanto. Penyandang tunanetra asal Bantul itu kemungkinan besar akan lolos menjadi
anggota DPRD Bantul.
Gus Tur berhasil mendapatkan suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 9 April di Dapil V, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kendati demikian, cacat yang dimiliki
Gus Tur bukanlah bawaan lahir
"Saya mengalami kecelakaan dan mengakibatkan kedua mata saya tidak bisa lagi melihat secara normal," terangnya ketika di temui di rumahnya di RT 1 Kelurahan
Gadingharjo, Sanden, Bantul, Jumat (17/4/2009)
Walaupun tidak bisa melihat, lanjut Gus Tur, pengalaman dalam bidang politik menggugahnya untuk memberanikan diri maju menjadi caleg dari Partai Amanat
Nasional karena dalam UU tidak ada larangan caleg disable dilarang maju.
"Sebelum masuk PAN saya dulu kader PDIP. Bahkan saya sempat menjadi anggota Badan Pemenangan Pemilu PDIP tahun 2004. Saya masuk ke PAN baru pada bulan
Maret 2008 lalu," tandasnya
Ketika ditanya strategi pemenangan pemilu untuk dirinya sendiri, pria kelahiran Bantul 26 Agustus 1969 mengaku membuat tim sukses sebanyak 54 orang untuk
menggarap 18 desa yang ada di DAPIL V. Alhasil dengan kerja keras tim suksenya memperoleh hasil yang memuaskan.
"Di Kecamatan Kretek, Sanden, Pandak, Pundong, dan Srandakan suara saya menduduki rangking 3 atau 2 sehingga total suara mencapai 3.200 suara dari total
jumlah suara yang diraih PAN di Dapil V, yakni sebanyak 15.920 suara," terangnya
Disinggung mengenai biaya yang dikeluarkan untuk kampanye, Gus Tur mengaku tidak mengeluarkan biaya cukup banyak, karena saudara-saudaranya juga membantu
biaya untuk kampanye.
Selain itu dirinya juga tidak memasang spanduk maupub baliho tentang dirinya yang dipasang di jalan-jalan raya karena hal itu tidak efektif dan hanya menghamburkan
uang. "Saya tidak tahu persisnya, ya kira-kira paling banyak Rp50 juta" jelas alumni Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Jogja ini.
Eko Yulianto Nugro, Caleg terpilih dari Dapil I dari PDIP, Kabupaten Bantul mengaku sosok Gus Tur adalah orang yang cerdas sehingga jika nantinya masuk
ke DPRD Kabupaten Bantul tidak akan mengalami kesulitan. "Dia punya asisten pribadi yang siap untuk membantu dirinya sehingga tidak akan mengalami kesulitan
makakala membaca APBD maupun lainnya," terangnya. (ful)
dikutip dari: http://pemilu.okezone.com/read/2009/04/18/267/211686/caleg-tuna-netra-lolos-jadi-anggota-dprd-bantul
anggota DPRD Bantul.
Gus Tur berhasil mendapatkan suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 9 April di Dapil V, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kendati demikian, cacat yang dimiliki
Gus Tur bukanlah bawaan lahir
"Saya mengalami kecelakaan dan mengakibatkan kedua mata saya tidak bisa lagi melihat secara normal," terangnya ketika di temui di rumahnya di RT 1 Kelurahan
Gadingharjo, Sanden, Bantul, Jumat (17/4/2009)
Walaupun tidak bisa melihat, lanjut Gus Tur, pengalaman dalam bidang politik menggugahnya untuk memberanikan diri maju menjadi caleg dari Partai Amanat
Nasional karena dalam UU tidak ada larangan caleg disable dilarang maju.
"Sebelum masuk PAN saya dulu kader PDIP. Bahkan saya sempat menjadi anggota Badan Pemenangan Pemilu PDIP tahun 2004. Saya masuk ke PAN baru pada bulan
Maret 2008 lalu," tandasnya
Ketika ditanya strategi pemenangan pemilu untuk dirinya sendiri, pria kelahiran Bantul 26 Agustus 1969 mengaku membuat tim sukses sebanyak 54 orang untuk
menggarap 18 desa yang ada di DAPIL V. Alhasil dengan kerja keras tim suksenya memperoleh hasil yang memuaskan.
"Di Kecamatan Kretek, Sanden, Pandak, Pundong, dan Srandakan suara saya menduduki rangking 3 atau 2 sehingga total suara mencapai 3.200 suara dari total
jumlah suara yang diraih PAN di Dapil V, yakni sebanyak 15.920 suara," terangnya
Disinggung mengenai biaya yang dikeluarkan untuk kampanye, Gus Tur mengaku tidak mengeluarkan biaya cukup banyak, karena saudara-saudaranya juga membantu
biaya untuk kampanye.
Selain itu dirinya juga tidak memasang spanduk maupub baliho tentang dirinya yang dipasang di jalan-jalan raya karena hal itu tidak efektif dan hanya menghamburkan
uang. "Saya tidak tahu persisnya, ya kira-kira paling banyak Rp50 juta" jelas alumni Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Jogja ini.
Eko Yulianto Nugro, Caleg terpilih dari Dapil I dari PDIP, Kabupaten Bantul mengaku sosok Gus Tur adalah orang yang cerdas sehingga jika nantinya masuk
ke DPRD Kabupaten Bantul tidak akan mengalami kesulitan. "Dia punya asisten pribadi yang siap untuk membantu dirinya sehingga tidak akan mengalami kesulitan
makakala membaca APBD maupun lainnya," terangnya. (ful)
dikutip dari: http://pemilu.okezone.com/read/2009/04/18/267/211686/caleg-tuna-netra-lolos-jadi-anggota-dprd-bantul
Rabu, 08 April 2009
Mereka Menolak Golput - Pemilu Akses Penyandang Cacat (2-Habis)
Oleh Harun Husein. Republika, Rabu, 08 April 2009
Golongan putih (golput) bukanlah isu populer bagi kalangan penyandang cacat (penca), terutama aktivis penca. Bukan karena golput telah diharamkan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MU), tapi karena mereka justru berjuang keras mendapatkan persamaan hak dan kesetaraan perlakuan dalam pemilihan umum (pemilu).
''Kalau kami golput, sia-sialah apa yang telah kami usahakan supaya tak ada lagi diskriminasi terhadap teman-teman penca dalam pemilu,'' kata Ketua Umum
Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA) Penca, Ariani Abdul Mun'im, kepada Republika di Kantor PPUA Penca, Cempaka Putih, Jakarta, pekan lalu.
Kuatnya keinginan menyingkirkan diskriminasi itu bahkan pernah diekspresikan penca di Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan menjadi golput secara massal pada
Pemilu Presiden (Pilpres) 2004. Mereka membakar kartu pemilih karena KPUD Sulsel tak menyediakan alat bantu template di tempat pemungutan suara (TPS).
Mereka pun memperkarakan KPUD Sulsel ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Pasalnya, Sulsel termasuk satu dari delapan provinsi yang mendapat bantuan
template dari UNDP. Tapi, template itu justru tak didistribusikan ke TPS-TPS. Panwaslu kemudian memproses kasus itu sebagai pelanggaran pidana pemilu.
Ketua KPUD Sulsel, Aidir Amin Daud--yang kini menjadi Direktur Tata Negara Depkumham sempat menjadi tersangka. Tapi, ''Perkara dicabut setelah dia mendatangi
teman-teman penca, minta maaf, dan berjanji menyediakan template pada Pilpres putaran kedua,'' kata anggota Komnas HAM, Saharuddin Daming, pekan lalu.
Pada Pilpres putaran kedua, template tersedia, tapi hanya di sebagian. Sebagian template kembali tertahan di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Tapi,
kali ini aksi bakar kartu pemilih tak terjadi lagi. Sebagian golput, sebagian lagi tetap menggunakan hak pilih dibantu pendamping. KPUD pun kembali hendak
diperkarakan.
Tapi, Saharuddin yang saat itu menjadi penasihat hukum penca di Makassar, mencegah rencana itu. ''Saya bilang, biar dulu. Yang penting sudah ada political
will ,'' kata Saharuddin, tunanetra pertama di Indonesia penyandang gelar doktor hukum, dengan disertasi tentang aksesibilitas penca sejak Pemilu 1955
hingga Pemilu 2004.
Kasus Sulsel dinilai Saharuddin memperlihatkan persoalan yang sangat perlu dibenahi pada masa mendatang. ''Ternyata yang paling perlu mendapatkan pengarahan
itu adalah penyelenggara pemilu, bukan teman-teman penca. Selama ini, untuk urusan pemilu akses, teman-teman penca yang selalu disuruh mendengar.''
Sebenarnya, kalangan penca tidak menuntut diistimewakan. Mereka hanya menuntut treatment khusus agar bisa melaksanakan hak pilihnya sesuai asas pemilu
yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber). Ariani menuturkan, pada masa lalu, tunanetra yang datang ke TPS sering dicurangi oleh petugas TPS. ''Petugas
selalu bilang, 'mau pilih partai apa, nanti kami cobloskan','' katanya. Pemilih tunadaksa yang berkursi roda, juga terkadang harus memilih di luar TPS
karena tak bisa memasuki TPS yang sulit dicapai kursi roda.
Advokasi atas hak-hak politik penca dalam pemilu--baik hak memilih maupun hak dipilih mulai intensif sejak terbentuknya Panitia Pemilu Akses Penyadang
Cacat (PPUA Penca) pada 24 April 2002. Isu "pemilu akses" pun mengemuka. Mereka mendesak supaya aturan perundangan dan perangkat TPS aksesibel bagi penca.
Pada Pemilu 2004, upaya itu, antara lain, terakomodasi lewat pengadaan template untuk pilpres dan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan
(P4B). Menjelang Pemilu 2009--saat PPUA berubah dari panitia menjadi pusat--lobi mereka berhasil menggolkan pengadaan template dan TPS yang aksesibel.
Selain itu, UU No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif membuka peluang lebih banyak caleg penca karena sekolah luar biasa disetarakan dengan SMA dalam syarat
pendidikan caleg. Itulah yang, antara lain, membuat caleg penca pada Pemilu 2009 ini naik drastis, dari lima pada Pemilu 2004 menjadi 30 pada Pemilu 2009
ini.
TPS yang aksesibel antara lain ditandai dengan adanya aturan bahwa TPS harus didirikan di tempat rata tidak berumput tebal, tidak ada got pemisah, tidak
becek, tidak berlumpur, tidak berada di gedung bertangga sehingga tak menyulitkan pengguna kursi roda. Pintu-pintu TPS dan bilik suara juga lebih diperlebar.
''Kami cuma menghendaki desain TPS yang universal. Filosofinya, kalau nyaman bagi penca, pasti nyaman bagi orang normal,'' kata Ariani. Apalagi, kata dia,
TPS yang diminta oleh kalangan penca juga sangat menguntungkan orang-orang berkebutuhan khusus lainnya seperti ibu hamil, orang lanjut usia (lansia), dan
orang sakit.
Kastiani, penyandang tunadaksa yang juga Sekretaris I PPUA Penca, menegaskan, tuntutan persamaan bukanlah menuntut hak yang eksklusif. ''Kami tidak perlu
TPS khusus. Tuntutan kami itu sama saja dengan orang berkacamata minus empat, yang tidak bisa memilih kalau tidak menggunakan kacamata,'' katanya.
Kastiani menegaskan, penca terutama tunadaksatak perlu bantuan di bilik suara. Yang terpenting, bilik suara dibuat aksesibel agar mereka bisa masuk. ''Kalau
tak bisa memilih pakai tangan, ya pakai kaki. Kalau tidak bisa pakai kaki, ya pakai mulut.''Wakil Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, Irwan Dwi Kustanto,
menilai kesulitan aksesibilitas itu membuat banyak penca yang akhirnya menjadi golput. ''Asumsi saya begitu. Karena, bagi seorang penca, untuk memilih
dia harus berkorban banyak sekali. Mulai dari tenaga, waktu, biaya, hingga harga diri,'' katanya.
Jumlah pemilih penca pada Pemilu 2009 ini, menurut anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sjamsulbahri, sekitar 3,6 juta. Pada Pemilu 2004, Badan Pusat Statistik
(BPS) menyampaikan ke KPU jumlah sebagai berikut: 309.146 tunanetra, 192.207 tunarungu, 178.870 tunagrahita, dan 94.423 cacat lain.
Tapi, bila mengacu pada asumsi Badan Kesehatan Dunia (WHO), 10 persen penduduk setiap negara adalah penca. Alhasil, dari 220 juta rakyat Indonesia, 22
juta adalah penca. ''Sebanyak 60 persen atau 12 juta punya hak,'' kata Ariani.Departemen Sosial (Depsos) memprediksi jumlah penca mencapai 3,11 persen
dari total penduduk Indonesia atau sekitar enam juta jiwa, dengan 3,6 juta di antaranya diprediksi memiliki hak untuk memilih.
Soal data yang simpang-siur ini, Saharuddin Daming mengatakan, karena beda kualifikasi. ''Depsos mengkualifikasikan cacat itu pada yang mengalami tingkat
hambatan, sedangkan WHO semuanya,'' katanya.Tapi, apakah itu berarti jumlah golput di kalangan penca besar? Saharuddin masih meragukan. Pasalnya, pada
pemilu-pemilu Orde Baru, mereka banyak dimobilisasi. ''Terlepas apakah itu karena mobilisasi atau partisipasi, tapi siapa sih yang tidak dimobilisasi
saat itu,'' katanya.Dengan jumlah penca sekitar 12 juta orang, Irwan mengatakan, sudah bisa dikonversi menjadi sekitar 10 kursi DPR. ''Ini bargaining
yang besar,'' katanya.
Golongan putih (golput) bukanlah isu populer bagi kalangan penyandang cacat (penca), terutama aktivis penca. Bukan karena golput telah diharamkan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MU), tapi karena mereka justru berjuang keras mendapatkan persamaan hak dan kesetaraan perlakuan dalam pemilihan umum (pemilu).
''Kalau kami golput, sia-sialah apa yang telah kami usahakan supaya tak ada lagi diskriminasi terhadap teman-teman penca dalam pemilu,'' kata Ketua Umum
Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA) Penca, Ariani Abdul Mun'im, kepada Republika di Kantor PPUA Penca, Cempaka Putih, Jakarta, pekan lalu.
Kuatnya keinginan menyingkirkan diskriminasi itu bahkan pernah diekspresikan penca di Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan menjadi golput secara massal pada
Pemilu Presiden (Pilpres) 2004. Mereka membakar kartu pemilih karena KPUD Sulsel tak menyediakan alat bantu template di tempat pemungutan suara (TPS).
Mereka pun memperkarakan KPUD Sulsel ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Pasalnya, Sulsel termasuk satu dari delapan provinsi yang mendapat bantuan
template dari UNDP. Tapi, template itu justru tak didistribusikan ke TPS-TPS. Panwaslu kemudian memproses kasus itu sebagai pelanggaran pidana pemilu.
Ketua KPUD Sulsel, Aidir Amin Daud--yang kini menjadi Direktur Tata Negara Depkumham sempat menjadi tersangka. Tapi, ''Perkara dicabut setelah dia mendatangi
teman-teman penca, minta maaf, dan berjanji menyediakan template pada Pilpres putaran kedua,'' kata anggota Komnas HAM, Saharuddin Daming, pekan lalu.
Pada Pilpres putaran kedua, template tersedia, tapi hanya di sebagian. Sebagian template kembali tertahan di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Tapi,
kali ini aksi bakar kartu pemilih tak terjadi lagi. Sebagian golput, sebagian lagi tetap menggunakan hak pilih dibantu pendamping. KPUD pun kembali hendak
diperkarakan.
Tapi, Saharuddin yang saat itu menjadi penasihat hukum penca di Makassar, mencegah rencana itu. ''Saya bilang, biar dulu. Yang penting sudah ada political
will ,'' kata Saharuddin, tunanetra pertama di Indonesia penyandang gelar doktor hukum, dengan disertasi tentang aksesibilitas penca sejak Pemilu 1955
hingga Pemilu 2004.
Kasus Sulsel dinilai Saharuddin memperlihatkan persoalan yang sangat perlu dibenahi pada masa mendatang. ''Ternyata yang paling perlu mendapatkan pengarahan
itu adalah penyelenggara pemilu, bukan teman-teman penca. Selama ini, untuk urusan pemilu akses, teman-teman penca yang selalu disuruh mendengar.''
Sebenarnya, kalangan penca tidak menuntut diistimewakan. Mereka hanya menuntut treatment khusus agar bisa melaksanakan hak pilihnya sesuai asas pemilu
yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber). Ariani menuturkan, pada masa lalu, tunanetra yang datang ke TPS sering dicurangi oleh petugas TPS. ''Petugas
selalu bilang, 'mau pilih partai apa, nanti kami cobloskan','' katanya. Pemilih tunadaksa yang berkursi roda, juga terkadang harus memilih di luar TPS
karena tak bisa memasuki TPS yang sulit dicapai kursi roda.
Advokasi atas hak-hak politik penca dalam pemilu--baik hak memilih maupun hak dipilih mulai intensif sejak terbentuknya Panitia Pemilu Akses Penyadang
Cacat (PPUA Penca) pada 24 April 2002. Isu "pemilu akses" pun mengemuka. Mereka mendesak supaya aturan perundangan dan perangkat TPS aksesibel bagi penca.
Pada Pemilu 2004, upaya itu, antara lain, terakomodasi lewat pengadaan template untuk pilpres dan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan
(P4B). Menjelang Pemilu 2009--saat PPUA berubah dari panitia menjadi pusat--lobi mereka berhasil menggolkan pengadaan template dan TPS yang aksesibel.
Selain itu, UU No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif membuka peluang lebih banyak caleg penca karena sekolah luar biasa disetarakan dengan SMA dalam syarat
pendidikan caleg. Itulah yang, antara lain, membuat caleg penca pada Pemilu 2009 ini naik drastis, dari lima pada Pemilu 2004 menjadi 30 pada Pemilu 2009
ini.
TPS yang aksesibel antara lain ditandai dengan adanya aturan bahwa TPS harus didirikan di tempat rata tidak berumput tebal, tidak ada got pemisah, tidak
becek, tidak berlumpur, tidak berada di gedung bertangga sehingga tak menyulitkan pengguna kursi roda. Pintu-pintu TPS dan bilik suara juga lebih diperlebar.
''Kami cuma menghendaki desain TPS yang universal. Filosofinya, kalau nyaman bagi penca, pasti nyaman bagi orang normal,'' kata Ariani. Apalagi, kata dia,
TPS yang diminta oleh kalangan penca juga sangat menguntungkan orang-orang berkebutuhan khusus lainnya seperti ibu hamil, orang lanjut usia (lansia), dan
orang sakit.
Kastiani, penyandang tunadaksa yang juga Sekretaris I PPUA Penca, menegaskan, tuntutan persamaan bukanlah menuntut hak yang eksklusif. ''Kami tidak perlu
TPS khusus. Tuntutan kami itu sama saja dengan orang berkacamata minus empat, yang tidak bisa memilih kalau tidak menggunakan kacamata,'' katanya.
Kastiani menegaskan, penca terutama tunadaksatak perlu bantuan di bilik suara. Yang terpenting, bilik suara dibuat aksesibel agar mereka bisa masuk. ''Kalau
tak bisa memilih pakai tangan, ya pakai kaki. Kalau tidak bisa pakai kaki, ya pakai mulut.''Wakil Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, Irwan Dwi Kustanto,
menilai kesulitan aksesibilitas itu membuat banyak penca yang akhirnya menjadi golput. ''Asumsi saya begitu. Karena, bagi seorang penca, untuk memilih
dia harus berkorban banyak sekali. Mulai dari tenaga, waktu, biaya, hingga harga diri,'' katanya.
Jumlah pemilih penca pada Pemilu 2009 ini, menurut anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sjamsulbahri, sekitar 3,6 juta. Pada Pemilu 2004, Badan Pusat Statistik
(BPS) menyampaikan ke KPU jumlah sebagai berikut: 309.146 tunanetra, 192.207 tunarungu, 178.870 tunagrahita, dan 94.423 cacat lain.
Tapi, bila mengacu pada asumsi Badan Kesehatan Dunia (WHO), 10 persen penduduk setiap negara adalah penca. Alhasil, dari 220 juta rakyat Indonesia, 22
juta adalah penca. ''Sebanyak 60 persen atau 12 juta punya hak,'' kata Ariani.Departemen Sosial (Depsos) memprediksi jumlah penca mencapai 3,11 persen
dari total penduduk Indonesia atau sekitar enam juta jiwa, dengan 3,6 juta di antaranya diprediksi memiliki hak untuk memilih.
Soal data yang simpang-siur ini, Saharuddin Daming mengatakan, karena beda kualifikasi. ''Depsos mengkualifikasikan cacat itu pada yang mengalami tingkat
hambatan, sedangkan WHO semuanya,'' katanya.Tapi, apakah itu berarti jumlah golput di kalangan penca besar? Saharuddin masih meragukan. Pasalnya, pada
pemilu-pemilu Orde Baru, mereka banyak dimobilisasi. ''Terlepas apakah itu karena mobilisasi atau partisipasi, tapi siapa sih yang tidak dimobilisasi
saat itu,'' katanya.Dengan jumlah penca sekitar 12 juta orang, Irwan mengatakan, sudah bisa dikonversi menjadi sekitar 10 kursi DPR. ''Ini bargaining
yang besar,'' katanya.
Rabu, 01 April 2009
Dilengkapi ”Template” Surat Suara untuk Pemilih Tunanetra
Galamedia, Selasa, 24 Maret 2009
KPU Sediakan 270 Buku Panduan
PAJAJARAN,(GM)-
KPU Kota Bandung menyediakan 270 template surat suara dalam bentuk huruf braile untuk kaum tunanetra pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. KPU juga
akan menyiapkan 270 buku panduan berisi nama caleg dan partai peserta pemilu dalam huruf braile.
Ketua KPU Kota Bandung, Heri Sapari di sela-sela kegiatan sosialisasi dan simulasi Pemilu 2009 kepada para tunanetra di Wyata Guna, Jln. Pajajaran, Senin
(23/3) mengatakan, template serta buku panduan untuk pemilih tunanetra masih dalam pro-ses pengerjaan. Biaya pengerjaannya sebesar Rp 35.000/buku dan Rp
20.000/template.
"Dananya berasal dari APBD Kota Bandung. Mudah-mudahan tanggal 1 April nanti semuanya beres dan siap didistribusikan," ujar Heri.
Menurut Heri, template yang dibuat oleh KPU Kota Bandung adalah template surat suara untuk DPR, DPRD Provinsi Jabar, dan DPRD Kota Bandung. Sedangkan template
untuk DPD disiapkan KPU pusat.
Template-template dan buku panduan tersebut akan ditempatkan di tiap kecamatan, masing-masing kecamatan 3 buku panduan dan 9 template surat suara. "Nantinya
akan ada template mobile yang bergerak ke masing-masing TPS," tambah Heri.
Bagi pemilih tunanetra, tambah Heri, diberikan kelonggaran saat melakukan pemilihan. Apabila sistem contreng menyulitkan, khusus untuk tunanetra tidak
apa-apa bila tercoblos atau dicoblos. Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung, Ade Rahmat berharap, adanya template serta buku panduan
dengan huruf braile memudahkan sekitar 2.000 kaum tunanetra di Kota Bandung.
Pencairan dana
Sementara itu, Pemkot Bandung kemungkinan besar akan mencairkan dana bantuan kepada KPU Kota Bandung, tujuh hari sebelum digelarnya Pemilu Legislatif 2009,
9 April mendatang. Pencairan bisa dilakukan setelah tim koordinasi kelancaraan penyelenggaraan pemilu tingkat Kota Bandung terbentuk.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat (BKPPM), Askary Wirantaatmaja mengungkapkan, secara sistem pencairan dana bantuan
tersebut harus melalui persetujuan dari tim koordinasi kelancaran penyelenggaraan pemilu. Saat ini pihaknya sudah menyusun jadwal untuk kelancaran proses
pemilu.
Dalam APBD Kota Bandung 2009, anggaran yang dialokaiskan bagi kesuksesan penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 8,675 miliar. "Tapi kami prediksi besarannya
sekitar Rp 4 miliar, karena sudah tidak membantu dalam sosialisasi. Bahkan kemungkinan juga masih bisa turun di bawah Rp 4 miliar," tuturnya.
Sedangkan KPU Kab. Bandung Barat belum bisa mencairkan dana, baik yang berasal dari APBN maupun APBD Kab. Bandung Barat. Kondisi ini semakin menyulitkan
ruang gerak anggota KPU, sehingga untuk membayar ongkos jasa pengiriman logistik ke tiap kecamatan, KPU terpaksa ngutang kepada pemilik armada truk.
"Operasional kegiatan anggota KPU masih dapat terlaksana. Itu pun masih memakai anggaran yang dulu sempat dicairkan pejabat sekretaris Sekretariat KPU
Kab. Bandung Barat yang lama," kata Ketua Pokja Logistik KPU Kab. Bandung Barat, Aros Saefurnama. (B.114/B.104)**
copyright © 2001 www.klik-galamedia.com
KPU Sediakan 270 Buku Panduan
PAJAJARAN,(GM)-
KPU Kota Bandung menyediakan 270 template surat suara dalam bentuk huruf braile untuk kaum tunanetra pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. KPU juga
akan menyiapkan 270 buku panduan berisi nama caleg dan partai peserta pemilu dalam huruf braile.
Ketua KPU Kota Bandung, Heri Sapari di sela-sela kegiatan sosialisasi dan simulasi Pemilu 2009 kepada para tunanetra di Wyata Guna, Jln. Pajajaran, Senin
(23/3) mengatakan, template serta buku panduan untuk pemilih tunanetra masih dalam pro-ses pengerjaan. Biaya pengerjaannya sebesar Rp 35.000/buku dan Rp
20.000/template.
"Dananya berasal dari APBD Kota Bandung. Mudah-mudahan tanggal 1 April nanti semuanya beres dan siap didistribusikan," ujar Heri.
Menurut Heri, template yang dibuat oleh KPU Kota Bandung adalah template surat suara untuk DPR, DPRD Provinsi Jabar, dan DPRD Kota Bandung. Sedangkan template
untuk DPD disiapkan KPU pusat.
Template-template dan buku panduan tersebut akan ditempatkan di tiap kecamatan, masing-masing kecamatan 3 buku panduan dan 9 template surat suara. "Nantinya
akan ada template mobile yang bergerak ke masing-masing TPS," tambah Heri.
Bagi pemilih tunanetra, tambah Heri, diberikan kelonggaran saat melakukan pemilihan. Apabila sistem contreng menyulitkan, khusus untuk tunanetra tidak
apa-apa bila tercoblos atau dicoblos. Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung, Ade Rahmat berharap, adanya template serta buku panduan
dengan huruf braile memudahkan sekitar 2.000 kaum tunanetra di Kota Bandung.
Pencairan dana
Sementara itu, Pemkot Bandung kemungkinan besar akan mencairkan dana bantuan kepada KPU Kota Bandung, tujuh hari sebelum digelarnya Pemilu Legislatif 2009,
9 April mendatang. Pencairan bisa dilakukan setelah tim koordinasi kelancaraan penyelenggaraan pemilu tingkat Kota Bandung terbentuk.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat (BKPPM), Askary Wirantaatmaja mengungkapkan, secara sistem pencairan dana bantuan
tersebut harus melalui persetujuan dari tim koordinasi kelancaran penyelenggaraan pemilu. Saat ini pihaknya sudah menyusun jadwal untuk kelancaran proses
pemilu.
Dalam APBD Kota Bandung 2009, anggaran yang dialokaiskan bagi kesuksesan penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 8,675 miliar. "Tapi kami prediksi besarannya
sekitar Rp 4 miliar, karena sudah tidak membantu dalam sosialisasi. Bahkan kemungkinan juga masih bisa turun di bawah Rp 4 miliar," tuturnya.
Sedangkan KPU Kab. Bandung Barat belum bisa mencairkan dana, baik yang berasal dari APBN maupun APBD Kab. Bandung Barat. Kondisi ini semakin menyulitkan
ruang gerak anggota KPU, sehingga untuk membayar ongkos jasa pengiriman logistik ke tiap kecamatan, KPU terpaksa ngutang kepada pemilik armada truk.
"Operasional kegiatan anggota KPU masih dapat terlaksana. Itu pun masih memakai anggaran yang dulu sempat dicairkan pejabat sekretaris Sekretariat KPU
Kab. Bandung Barat yang lama," kata Ketua Pokja Logistik KPU Kab. Bandung Barat, Aros Saefurnama. (B.114/B.104)**
copyright © 2001 www.klik-galamedia.com
Senin, 16 Maret 2009
Kelompok Tunanetra Harapkan KPU Sediakan Surat Suara Braille
Kapanlagi.com, Rabu, 11 Maret 2009 21:15
Kelompok Tunanetra yang tergabung Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung mengeluhkan tidak adanya sosialisasi berbagai informasi
mengenai daftar nama-nama calon legislatif (caleg) DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kota yang harus dipilihnya dalam Pemilu 2009 mendatang.
Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung, Ade Rahmat saat pertemuan dengan anggota KPU Kota Bandung, Rabu (11/3) menuturkan informasi
ini dibutuhkan, karena adanya keharusan mencontreng caleg dan bukan hanya parpol.
"Berbeda dengan Pemilu lalu yang hanya menyoblos parpol maka kami membutuhkan informasi berupa buku dalam braille ataupun sosialisasi KPU kepada kelompok
tunanetra yang hingga kini masih belum diterima," katanya.
Ade juga mengritisi tidak adanya surat suara braille untuk Pemilu kali ini karena pendampingan saat melakukan penyoblosan sudah tidak lagi langsung, umum
dan rahasia. "Jika didampingi orang lain saat pencontrengan maka hak politik kami terpenuhi dan tidak dengan kerahasiaannya," katanya.
"Kami hanya ingin menegaskan bahwa tunanetra bukan orang sakit sehingga tidak perlu didampingi saat melakukan hak politiknya di bilik suara nanti," katanya.
Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, Herry Sapari mengatakan pihaknya telah mengalokasikan anggaran untuk pembuatan template bagi
kelompok tunanetra dari APBD. "Namun karena payung hukum penggunaan APBD belum jelas maka pembuatannya terkendala," katanya.
"Kami akan segera mempertanyakan pengadaan template ini ke KPU Pusat karena hingga kini KPU Kota Bandung belum mengetahui apakah pengadaan braille tersebut
diakomodasi APBN atau tidak," katanya.
Terkait dengan sosialisasi di kelompok tunanetra, Herry menambahkan telah mengagendakan acara tersebut dalam beberapa hari kedepan. Jumlah kelompok tuna
netra di Kota Bandung berjumlah sekitar 2000 orang dan memiliki TPS tersendiri di Gedung Wyataguna Jalan Pajajaran, Kota Bandung.
Sejak Pemilu 2004, Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 dan Pemilihan Walikota Bandung 2008, KPU menganggarkan pengadaan template untuk kelompok tunanetra. (kpl/bar)
Kelompok Tunanetra yang tergabung Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung mengeluhkan tidak adanya sosialisasi berbagai informasi
mengenai daftar nama-nama calon legislatif (caleg) DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kota yang harus dipilihnya dalam Pemilu 2009 mendatang.
Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung, Ade Rahmat saat pertemuan dengan anggota KPU Kota Bandung, Rabu (11/3) menuturkan informasi
ini dibutuhkan, karena adanya keharusan mencontreng caleg dan bukan hanya parpol.
"Berbeda dengan Pemilu lalu yang hanya menyoblos parpol maka kami membutuhkan informasi berupa buku dalam braille ataupun sosialisasi KPU kepada kelompok
tunanetra yang hingga kini masih belum diterima," katanya.
Ade juga mengritisi tidak adanya surat suara braille untuk Pemilu kali ini karena pendampingan saat melakukan penyoblosan sudah tidak lagi langsung, umum
dan rahasia. "Jika didampingi orang lain saat pencontrengan maka hak politik kami terpenuhi dan tidak dengan kerahasiaannya," katanya.
"Kami hanya ingin menegaskan bahwa tunanetra bukan orang sakit sehingga tidak perlu didampingi saat melakukan hak politiknya di bilik suara nanti," katanya.
Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, Herry Sapari mengatakan pihaknya telah mengalokasikan anggaran untuk pembuatan template bagi
kelompok tunanetra dari APBD. "Namun karena payung hukum penggunaan APBD belum jelas maka pembuatannya terkendala," katanya.
"Kami akan segera mempertanyakan pengadaan template ini ke KPU Pusat karena hingga kini KPU Kota Bandung belum mengetahui apakah pengadaan braille tersebut
diakomodasi APBN atau tidak," katanya.
Terkait dengan sosialisasi di kelompok tunanetra, Herry menambahkan telah mengagendakan acara tersebut dalam beberapa hari kedepan. Jumlah kelompok tuna
netra di Kota Bandung berjumlah sekitar 2000 orang dan memiliki TPS tersendiri di Gedung Wyataguna Jalan Pajajaran, Kota Bandung.
Sejak Pemilu 2004, Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 dan Pemilihan Walikota Bandung 2008, KPU menganggarkan pengadaan template untuk kelompok tunanetra. (kpl/bar)
Kamis, 05 Maret 2009
Alat Bantu Pemilu Tercipta, Tunanetra Bernapas Lega... (1)
Oleh: Inggried Dwi Wedhaswary, Kompas.com, Kamis, 5 Maret 2009 | 07:59 WIB
Hak memilih menjadi hak semua warga negara tanpa kecuali, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, seperti tunanetra. Kini meski belum sepenuhnya terfasilitasi, pemilih tunanetra bisa menggunakan hak pilihnya secara mandiri. Sebuah alat bantu saat pemungutan suara telah tersedia.
Irwan Dwi Kustanto (43), seorang tunanetra, menjadi desainer yang ada di balik terciptanya alat bantu itu. Mata boleh tak melihat, tapi hati telah menggerakkannya untuk bekerja demi kesempatan politik bagi sesamanya.
Alat bantu pemilu tunanetra itu berupa template berhuruf braille yang memiliki ukuran sama persis seperti surat suara yang akan digunakan saat pemungutan suara. "Ukurannya benar-benar sama dengan surat suara. Surat suara itu dimasukkan ke template, seperti map yang di atasnya ada huruf braille," kata Irwan saat ditemui Kompas.com pekan lalu.
Ukuran template harus benar-benar sama dengan surat suara sehingga apa yang dibaca tunanetra pada template tersebut merupakan yang terdapat di surat suara. Pada Pemilu 2009 ini alat bantu pemilu sudah tersedia di 33 provinsi. "Namun, dari empat surat suara, baru pemilihan DPD dan presiden saja. Untuk DPR dan DPRD belum. Mungkin karena peserta dan calegnya banyak sehingga lebih kompleks," ujar Irwan yang juga menjabat Vice Executive Director Yayasan Mitra Netra.
Irwan pun mengisahkan bagaimana ide mendesain alat bantu itu muncul. Sebenarnya Irwan juga mendesain alat bantu untuk Pilpres 2004 yang saat itu hanya tersedia di delapan provinsi. Pada tahun ini Panitia Pemilu Akses Penyandang cacat (PPUA Penca) kembali meminta Mitra Netra untuk mendesain alat bantu pemilu.
"Dari pilot tahun 2004, pada pemilu tahun ini alat bantu sudah masuk dalam peraturan KPU yang harus ada, bukan pilot project lagi. Hak ini harus ada, kemudian PPUA meminta saya untuk mendesainkan," ujar Irwan.
Irwan bersama delapan rekannya di Mitra Netra dan tim PPUA yang berjumlah 20 orang akan melakukan validasi sebelum dan sesudah dicetak. Hal itu untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam pencetakan. Sebab, cetakan huruf braille harus pas ukurannya.
"Kalau sudah oke baru bisa dikirim (ke seluruh Indonesia). Yang paling penting timbulnya braille harus bisa dibaca. Jangan terlalu tipis atau terlalu tebal. Bagaimana teman-teman bisa meraba karena membaca huruf braille tergantung yang dipegang jari," ujar ayah tiga putri ini.
Sebagai sosok yang dikenal sangat mendalami braille, Irwan juga menguasai penggunaan peranti lunak (software) yang memungkinkannya merancang alat bantu pemilu. Mitra Netra Braille Converter yang diciptakan oleh lembaga yang peduli pada hak-hak tunanetra itu menjadi sistem tumpuan.
Keterbatasan penglihatan tak ingin dipandang Irwan dan rekan-rekannya sebagai sebuah hambatan. Apalagi, menurut Irwan, dalam penggunaan hak pilih kerahasiaan harus menjadi hak semua warga negara, termasuk tunanetra.
Hak memilih menjadi hak semua warga negara tanpa kecuali, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, seperti tunanetra. Kini meski belum sepenuhnya terfasilitasi, pemilih tunanetra bisa menggunakan hak pilihnya secara mandiri. Sebuah alat bantu saat pemungutan suara telah tersedia.
Irwan Dwi Kustanto (43), seorang tunanetra, menjadi desainer yang ada di balik terciptanya alat bantu itu. Mata boleh tak melihat, tapi hati telah menggerakkannya untuk bekerja demi kesempatan politik bagi sesamanya.
Alat bantu pemilu tunanetra itu berupa template berhuruf braille yang memiliki ukuran sama persis seperti surat suara yang akan digunakan saat pemungutan suara. "Ukurannya benar-benar sama dengan surat suara. Surat suara itu dimasukkan ke template, seperti map yang di atasnya ada huruf braille," kata Irwan saat ditemui Kompas.com pekan lalu.
Ukuran template harus benar-benar sama dengan surat suara sehingga apa yang dibaca tunanetra pada template tersebut merupakan yang terdapat di surat suara. Pada Pemilu 2009 ini alat bantu pemilu sudah tersedia di 33 provinsi. "Namun, dari empat surat suara, baru pemilihan DPD dan presiden saja. Untuk DPR dan DPRD belum. Mungkin karena peserta dan calegnya banyak sehingga lebih kompleks," ujar Irwan yang juga menjabat Vice Executive Director Yayasan Mitra Netra.
Irwan pun mengisahkan bagaimana ide mendesain alat bantu itu muncul. Sebenarnya Irwan juga mendesain alat bantu untuk Pilpres 2004 yang saat itu hanya tersedia di delapan provinsi. Pada tahun ini Panitia Pemilu Akses Penyandang cacat (PPUA Penca) kembali meminta Mitra Netra untuk mendesain alat bantu pemilu.
"Dari pilot tahun 2004, pada pemilu tahun ini alat bantu sudah masuk dalam peraturan KPU yang harus ada, bukan pilot project lagi. Hak ini harus ada, kemudian PPUA meminta saya untuk mendesainkan," ujar Irwan.
Irwan bersama delapan rekannya di Mitra Netra dan tim PPUA yang berjumlah 20 orang akan melakukan validasi sebelum dan sesudah dicetak. Hal itu untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam pencetakan. Sebab, cetakan huruf braille harus pas ukurannya.
"Kalau sudah oke baru bisa dikirim (ke seluruh Indonesia). Yang paling penting timbulnya braille harus bisa dibaca. Jangan terlalu tipis atau terlalu tebal. Bagaimana teman-teman bisa meraba karena membaca huruf braille tergantung yang dipegang jari," ujar ayah tiga putri ini.
Sebagai sosok yang dikenal sangat mendalami braille, Irwan juga menguasai penggunaan peranti lunak (software) yang memungkinkannya merancang alat bantu pemilu. Mitra Netra Braille Converter yang diciptakan oleh lembaga yang peduli pada hak-hak tunanetra itu menjadi sistem tumpuan.
Keterbatasan penglihatan tak ingin dipandang Irwan dan rekan-rekannya sebagai sebuah hambatan. Apalagi, menurut Irwan, dalam penggunaan hak pilih kerahasiaan harus menjadi hak semua warga negara, termasuk tunanetra.
Senin, 02 Maret 2009
Pertuni Minta Surat Suara Braille
Pikiran Rakyat, Minggu, 01 Maret 2009
TASIKMALAYA, (PRLM).- Ketua Pertuni (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Kab. Tasikmalaya, Hendrayana minta, agar pemerintah menyediakan surat suara pada Pemilu 2009 menggunakan huruf braille, supaya dirinya dan anggota penyandang cacat netra di wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya bisa memberikan hak pilihnya.
Hal itu dikemukakan Hendrayana kepada wartawan usai mengikuti sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng, Sabtu (28/2). Menurutnya, kalau pemerintah tidak menyediakan alat bantu bagi para penyandang cacat netra, kemungkinan akan sulit melaksanakan Pemilu secara bebas dan rahasia, sambil menyebutkan selama ini belum ada seorang calon legislatif yang menghubungi dan datang kepada dirinya maupun organsiasi.
Pada sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng, yang dilakukan KPUD Kota Tasikmalaya, Sabtu kemarin, para penyandang cacat netra tidak menemukan selembar contoh kertas atau surat suara yang dilengkapi dengan huruf braille. Sementara, contoh surat suara yang ada pada sosialisasi tersebut hanya yang biasa lazim digunakan oleh setiap orang normal. Padahal menurut Hendrayana, pada pemilihan Walikota Tasikmalaya tempo disediakan surat suara khusus untuk para penyandang cacat netra.
Anggota KPUD Kota Tasikmalya, Yusuf mengatakan, pada waktunya nanti pihak KPU menyediakan surat suara khusus bagi para tuna netra. "Hari ini (kemarin, red) kami tidak membawanya, karena surat suara tersebut berukuran besar, jadi kemungkinan pada waktunya nanti akan digunakan," katanya.
Diperoleh keterangan, sekitar 4.000 penyandang cacat terdiri dari tuna netra, tuna rungu dan wicara, serta tuna grahita yang tercatat di Tasikmalaya. Dari sejumlah itu, hanya sekitar 10 persen atau 400 oranng yang mempunyai hak pilih. Sekitar 50 tuna netra, tuna grahita, tuna rungu dan tuna wicara, Sabtu kemarin mengikuti sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng. (A-14/A-26).
TASIKMALAYA, (PRLM).- Ketua Pertuni (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Kab. Tasikmalaya, Hendrayana minta, agar pemerintah menyediakan surat suara pada Pemilu 2009 menggunakan huruf braille, supaya dirinya dan anggota penyandang cacat netra di wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya bisa memberikan hak pilihnya.
Hal itu dikemukakan Hendrayana kepada wartawan usai mengikuti sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng, Sabtu (28/2). Menurutnya, kalau pemerintah tidak menyediakan alat bantu bagi para penyandang cacat netra, kemungkinan akan sulit melaksanakan Pemilu secara bebas dan rahasia, sambil menyebutkan selama ini belum ada seorang calon legislatif yang menghubungi dan datang kepada dirinya maupun organsiasi.
Pada sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng, yang dilakukan KPUD Kota Tasikmalaya, Sabtu kemarin, para penyandang cacat netra tidak menemukan selembar contoh kertas atau surat suara yang dilengkapi dengan huruf braille. Sementara, contoh surat suara yang ada pada sosialisasi tersebut hanya yang biasa lazim digunakan oleh setiap orang normal. Padahal menurut Hendrayana, pada pemilihan Walikota Tasikmalaya tempo disediakan surat suara khusus untuk para penyandang cacat netra.
Anggota KPUD Kota Tasikmalya, Yusuf mengatakan, pada waktunya nanti pihak KPU menyediakan surat suara khusus bagi para tuna netra. "Hari ini (kemarin, red) kami tidak membawanya, karena surat suara tersebut berukuran besar, jadi kemungkinan pada waktunya nanti akan digunakan," katanya.
Diperoleh keterangan, sekitar 4.000 penyandang cacat terdiri dari tuna netra, tuna rungu dan wicara, serta tuna grahita yang tercatat di Tasikmalaya. Dari sejumlah itu, hanya sekitar 10 persen atau 400 oranng yang mempunyai hak pilih. Sekitar 50 tuna netra, tuna grahita, tuna rungu dan tuna wicara, Sabtu kemarin mengikuti sosialisasi Pemilu 2009 di Yayasan Bahagia Karoeng. (A-14/A-26).
Langganan:
Postingan (Atom)