Sabtu, 13 Maret 2010

TEKNOLOGI MEMBUAT TUNANETRA SEPERTI ORANG NORMAL

Sinar Harapan, Senin 08 Maret 2010

Jakarta,Ketua Umum Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Didi Tarsidi, mengatakan kemajuan teknologi telah membuat tunanetra bisa mengakses informasi
seperti layaknya orang normal.

"Tunanetra kini bukan saja mudah bekerja dengan komputer, tetapi juga mudah mengakses internet, yang membuka pintu ke dunia luar," kata Didi pada Pembukaan
Pelatihan Komputer Bicara untuk Tunanetra dalam rangka HUT Pertuni ke-44 dan Hari Braille se-Dunia ke-201, di Jakarta, Senin.

Ia menyatakan penghargaannya kepada Louis Braille yang menciptakan abjad timbul bagi tunanetra sehingga tunanetra pun bisa membaca dan memperoleh ilmu
pengetahuan meski buta.

Namun demikian meskipun huruf-huruf Braille tidak pernah ketinggalan zaman, huruf Braille tetap mempunyai keterbatasan, sehingga tetap dibutuhkan teknologi
yang lebih maju, ujar pria yang juga tunanetra ini.

Keterbatasan abjad Braille, ujarnya, hanya bisa menggambarkan 63 kombinasi titik dan karena harus timbul maka buku Braille harus dicetak khusus, tebal
dan berat dengan biaya yang sangat tinggi.

Selain itu, lanjut dia, Braille tidak komunikatif, karena hanya digunakan oleh kalangan tunanetra (eksklusif) sehingga tak bisa mengakses atau diakses
oleh dunia awam.

Dikatakannya, tunanetra saat ini bisa menggunakan program JAWS (Job Access With Speech) for Windows, suatu perangkat lunak yang memindahkan bahasa teks
di layar komputer ke bahasa suara.

Didi kemudian menyerahkannya kepada seorang programer tunanetra Aris Yohannes untuk memberi contoh kemampuan tersebut, namun berhubung koneksi internet
sedang tidak bagus, program tersebut tidak dapat dipraktekkan.

Sementara itu, Ketua Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) Prof Dr Hayono Suyono yang juga Penasihat Persatuan Penyandang Cacat Indonesia
(PPCI) mengatakan komputer bicara bisa mempercepat komunikasi antar organisasi tunanetra sehingga meningkatkan pemberdayaannya.

"Sekarang tunanetra bukan saja bisa menggali pengetahuan luas dari internet, tetapi juga bisa menyampaikan pendapatnya ke media massa atau ke masyarakat
melalui internet, melalui facebook, twitter dan jaringan komunitas lainnya," katanya.

Ia juga mengatakan, bahwa di masa kini pola pemberdayaan tunanetra sudah berubah, di mana sebelumnya mereka dimasukkan dalam panti-panti dan dilayani serta
diberi fasilitas khusus yang tidak menjadikan penyandang cacat mandiri.

Sekarang, lanjut dia, polanya lebih mendorong penyandang cacat inklusif, diperlakukan dan memiliki hak sama di sekolah-sekolah termasuk perguruan tinggi
dan akses ke tempat kerja, termasuk di tempat-tempat umum.

"Sehingga di tempat-tempat umum dibuatkan jalan dan tangga yang bisa digunakan untuk penyandang cacat, atau WC khusus dan sarana lain. Meski sarana untuk
penyandang cacat di Indonesia masih belum seperti di luar negeri," katanya.

Untuk memberdayakan tunanetra, Pertuni menyelenggarakan pelatihan komputer bicara secara bertahap di seluruh Indonesia, diawali pelatihan bagi 30 tunanetra
di wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat selama 10 hari.

Mereka akan dilatih memainkan jari di keyboard, mengakses tampilan layar yang telah dikonversi ke bentuk suara, "browsing" internet, mengirim dan menerima
email, hingga "chatting".

"Melalui optimalisasi sisa indra yang masih berfungsi tunanetra diharapkan bisa berinteraksi secara integral dalam tatanan masyarakat yang inklusif," kata
Didi. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar