Sabtu, 30 Agustus 2014

Tuna Netra Ini Sudah 6 Tahun Jadi Sekretaris di Standard Chartered Bank

BeritaSatu.com - Sabtu, 30 Agustus 2014
Jakarta - Sejak ada Undang-undang nomor 4 tahun 1997 yang menjamin hak atas pekerjaan bagi para penyandang cacat tubuh melalui penetapan kuota satu persen, sudah mulai banyak perusahaan yang mempekerjakan para penyandang disabilitas seperti tuna netra.
Fien Adriani, misalnya. Sejak 2008, ia mulai bekerja di Standard Chartered Bank Indonesia. Awalnya Fien dipekerjakan sebagai Help desk Corporate Real Estate Services (CRES). Setahun kemudian, Perempuan kelahiran Batang, Jawa Tengah, 25 Desember 1970 ini diangkat menjadi sekretaris direksi.
Walau tidak bisa melihat, namun Fien tetap bekerja secara profesional seperti sekretaris direksi pada umumnya.
"Tugas saya mulai dari menyiapkan agenda bos, menyiapkan jadwal meeting, sampai mengurus pemesanan tiket atau hotel kalau ada tugas ke luar negeri. Bila ada rapat direksi, saya juga bertugas sebagai notulen," ungkap Fien Adriani pada Beritasatu.com, baru-baru ini.
Sebelum bergabung dengan Standard Chartered Bank Indonesia, perempuan yang mahir berbahasa Inggris, Jerman, dan sedikit Mandarin ini juga pernah bekerja sebagai operator sekaligus sebagai customer service di perusahaan Tours & Travel di Bandung.
Di Standard Chartered Bank Indonesia sendiri, masih ada enam penyandang tuna netra lainnya yang bekerja sebagai help desk. Seperti pekerja normal lainnya, mereka juga dilengkapi perangkat elektronik seperti komputer untuk bekerja.
"Peralatan yang kami gunakan sama saja dengan yang lain, hanya saja komputer kami dilengkapi software screen reader. Jadi apa yang ditambilkan di layar komputer output-nya berupa suara karena memang organ pendengaran yang kami andalkan," kata lulusan salah satu sekolah tinggi bahasa asing di Bandung tersebut.
Karena tidak bisa melihat, para pekerja tuna netra ini juga lebih mengandalkan keyboard ketimbang mouse.
Dijelaskan Fien, huruf F dan J yang berada di tengah keyboard biasanya menjadi patokan saat mengetik, atau ketika mengarahkan kursor. Bila ada ketikan yang salah, maka screen reader akan memberi tahu.
"Dengan peralatan ini, hampir tidak ada kendala yang berarti selama melakukan pekerjaan. Kendalanya hanya ketika diajak berbicara saja. Karena tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, terkadang kita sulit memahami maksudnya, apalagi kalau suaranya pelan," ujar Fien yang juga bersuami seorang tuna netra dan bekerja sebagai terapis.
Penulis: Herman/FEB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar