PIKIRAN RAKYAT, Minggu, 3 Agustus 2008
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah basis kemajuan suatu bangsa. Manakala teknologi bermanfaat bagi umat manusia.
kecelakaan mobil menimpanya tahun 1978. Kecelakaan itu membuat Ted Henter kehilangan penglihatannya. Dengan begitu, hilang pula kariernya sebagai seorang pembalap motor. Waktu itu ia berumur 27 tahun.
Dia adalah insinyur dari University of Florida. Tetapi, setelah kebutaannya, ia belajar program komputer dan seorang pebisnis. Tahun 1987 ia mendirikan Henter-Joyce bersama kawannya Bill Joyce. Hasinya, dua tahun berikutnya mereka bisa membuat program pembaca layar, Job Access With Speech (JAWS) untuk operasionalisasi Disk Operating System (DOS).
Teknologi ini terus berkembang, hingga akhirnya perusahaan perangkat lunak terbesar Microsoft mengambil alih pengembangannya pada 1992. Tiga tahun berikutnya, di bulan Januari, Microsoft mengeluarkan JAWS for Windows version 1.9. Rata-rata sekali setahun versi terbarunya keluar. Dan, November 2007, telah keluar JAWS versi 9.0. Teknologi ini diperjualbelikan seharga 895 dolar AS untuk versi standar.
Dan, teknologi lain juga dikembangkan oleh sebuah konsorsium nonprofit bernama Digital Accessible Information System (DAISY). Mereka memproduksi "buku bicara". Belakangan, tahun 2008, Microsoft bekerja sama dengan Sonata Software dan DAISY merilis DAISY XML format, yang bisa menerjemahkan data dokumen. Peranti ini keluar dengan lisensi open source, yang bisa diunduh bebas.
Setara
Sebagian tunanetra yang tidak memiliki perangkat komputer, masih mengandalkan pola belajar dari kaset rekaman. Sedangkan untuk buku-buku baru, mereka bisa meminta tenaga pembimbing belajar untuk membacakannya. Maklum saja, produksi buku dengan huruf braille sangat jauh tertinggal.
Dari para pemakai komputer tunanetra yang Kampus hubungi mereka banyak memakai aplikasi JAWS. Dengan aplikasi itu, mereka pun sudah tidak repot saat belajar. Bagi mereka yang sudah memiliki komputer PC atau jinjing, belajar pun menjadi lebih mudah.
Seperti pengalaman Didi Tarsidi, Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia, ia biasa menggunakan JAWS untuk menulis dan membaca aneka artikel. Dengan bantuan scanner, ia salin semua artikel dan isi buku ke dalam komputernya. Setelahnya, ia tinggal "membaca" salinannya. "Kerja kami memang dobel. Tetapi, usaha keras untuk maju adalah cita-cita kami. Teknologi memang membantu kami," ujarnya.
Dengan JAWS, tunanetra saat ini juga bisa mengarungi dunia maya. Mereka bisa membuat blog sendiri atau situs kelompok mereka. Dua situs yang terbilang aktif, ada mitranetra.or.id, konetif.org dan kartunet.com. Konetif kependekan dari Komunitas Tunanetra Kreatif.
Situs mitranetra adalah situs yayasan yang ingin memberi pendidikan dan pengembangan para tunanetra di Indonesia. Dibangun 14 Mei 1991, situs ini juga sebagai media informasi ke dunia global tentang kondisi tunanetra di Indonesia.
Dua situs lainnya, www.sites.konetif.org dan www.kartunet.com dibangun oleh kelompok pelajar dan mahasiswa tunanetra. Keduanya ingin menjadi tempat untuk pengembangan kreativitas para tunanetra.
"Agar orang bisa melihat kemampuan kami para tunanetra," ujar Irawan Mulyanto, salah seorang pendiri situs kartunet.com. Pernyataan yang hampir sama juga diutarakan oleh pengelola situs konetif.
"Obsesi kami sederhana, yaitu kami mendapat tempat yang sama dengan manusia pada umumnya," tutur Rizky Harta Cipta. Ia adalah jebolan Fakultas Hukum Unpad dan sedang menyelesaikan program pascasarjana di Program Pascasarjana Hukum Bisnis Unpad.
Rizki jelas bukan bermaksud ingin menyombongkan diri. Akan tetapi, sudah rahasia umum orang memandang miring pada kemampuan tunanetra atau mereka yang cacat tubuh lainnya. Padahal, banyak dari tunanetra yang berprestasi. Dan, teknologi telah berdamai dengan tunanetra. Kini, lingkungan sosialnya bagaimana?***
Penulis:
agus rakasiwi
kampus_pr@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar